Daftar Isi
TogglePada tanggal 6 Maret 2024, Ketua Federal Reserve, Jerome Powell kembali menegaskan bahwa perkiraan menurunkan suku bunga akan dimulai tahun 2024 ini, namun belum diketahui kapan dilakukan. Menurut Powell, suku bunga acuan saat ini berada pada puncaknya. Jika perekonomian berjalan sesuai perkiraan, maka pelonggaran suku bunga tahun ini akan dilakukan. Para pengambil kebijakan tetap melihat risiko yang diperoleh dari inflasi dan tidak ingin memberikan pelonggaran terlalu cepat. The Fed masih menunggu untuk lebih yakin bahwa inflasi AS bisa berjalan secara berkelanjutan pada level 2%. Dengan berita tersebut membuat indeks saham S&P 500 meningkat, kemudian IHSG juga mengalami kenaikan, tidak hanya itu dimana harga emas juga mencapai level all time high-nya.
Kemudian negara China yang menjadi mitra dagang utama Indonesia juga optimis pada tahun 2024 ini, dimana menargetkan GDP bisa tumbuh mencapai 5%. Tahun 2023 kemarin memang GDP Growth Full Year China tumbuh 5,2% namun perbandingannya adalah tahun 2022 dimana masih dalam kondisi pandemi, jadi akan lebih sulit untuk mencapai pertumbuhan PDB 5% tahun 2024 ini.
Pada artikel kali ini kami akan membahas perekonomian kedua negara tersebut, indikator ekonomi apa yang membuat The Fed belum yakin kapan diturunkannya suku bunga dan apakah ada peluang penurunan suku bunga, serta apakah optimisme PDB China bisa terwujud dengan kondisi ekonomi saat ini, yang pada akhirnya ketika suku bunga The Fed turun dan pertumbuhan ekonomi China terus meningkat akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian Indonesia.
GDP Growth Full Year 2023 Amerika Serikat di level 2,5% setelah sebelumnya tahun 2022 berada di level 1,9%. Kondisi ini memperlihatkan bahwa ekonomi AS tahun 2023 kemarin sedang mengalami pertumbuhan, setelah sebelumnya waktu pandemi tahun 2020 mencatat -2,2%. Jika pertumbuhan ini terus meningkat kedepannya maka penurunan suku bunga tahun ini bisa terjadi. GDP Growth Rate pada kuartal keempat 2023 berada di level 3,2% yang masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.
Angka inflasi Amerika Serikat bulan Februari 2024 berada di level 3,2%. Terdapat kenaikan tipis dari sebelumnya di level 3,1%. Target yang dimiliki Amerika Serikat terhadap inflasinya adalah sebesar 2%, dan jika angka inflasi bisa menurun sampai angka 2% secara berkelanjutan, maka ini menjadi salah satu alasan suku bunga The Fed akan diturunkan. Namun kita perlu melihat indikator ekonomi yang lain, apakah sudah ada pemulihan.
Suku bunga The Fed masih ditahan pada level 5,5%. Tingginya suku bunga ini tentu saja bisa mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat karena mahalnya tingkat bunga pinjaman, namun jika suku bunga segera diturunkan ketika inflasi masih belum sesuai target itu bisa membuat angka inflasi kembali naik, jadi alasan The Fed masih menahan suku bunganya karena ini salah satunya. Dan ketika suku bunga ini ditahan lama pada level seperti saat ini bisa menyebabkan resesi karena turunnya perekonomian masyarakat, jadi ada plus minus-nya. Maka dari itu, The Fed akan menurunkan suku bunganya ketika mereka sangat yakin dengan prospek ekonomi kedepannya.
Indikator ekonomi dari Indeks PMI Manufaktur, saat ini menunjukkan angka yang bagus, dimana berada di angka 52,2 poin yang memperlihatkan sedang adanya ekspansi pada manufaktur di Amerika Serikat. Data ini melampaui perkiraan awal 51,5 poin, dan ada kenaikan jika dibandingkan dengan bulan Januari yang sebesar 50,7. Angka ini menunjukkan ekspansi tercepat sektor manufaktur Amerika Serikat sejak Juli 2022, saat itu juga berada di level 52,2 poin.
Neraca perdagangan AS menunjukkan defisit US$ 67,4 miliar, angka ini meningkat dari sebelumnya. Sebenarnya tingkat impor AS itu selalu lebih besar dibandingkan dengan ekspor-nya sejak tahun 1982-an, karena kuatnya mata uang dolar menjadikan harga barang impor lebih murah, yang menyebabkan tingkat impor AS terus tinggi. Dan secara historis ekonomi AS juga kuat meskipun tingkat impor yang tinggi tersebut, karena kuatnya mata uang dolar AS, dan negara ini juga menjadi pemimpin ekonomi dunia.
Dan saat ini tingkat pengangguran meningkat menjadi 3,9% dari yang sebelumnya sebesar 3,7%. Jumlah pengangguran bertambah 334 ribu menjadi 6,5 juta orang. Ini menjadi salah satu alasan The Fed perlu menurunkan suku bunganya, supaya ekspansi perusahaan bisa bertambah dan lapangan pekerjaan juga bertambah, namun angka inflasi tersebut masih tetap menahan suku bunga ini.
Sentimen penurunan suku bunga tersebut membuat tingkat imbal hasil obligasi Amerika Serikat 10 tahun sempat mengalami penurunan. Namun karena masih belum diketahui kapan akan diturunkan dan ditambah dengan inflasi yang naik tipis tersebut membuat imbal hasil ini kembali naik ke level 4,2%, meskipun tipis juga kenaikannya.
Kemudian mata uang dolar AS juga mengalami pelemahan, jika dibandingkan dengan rupiah, terdapat penurunan sejak tanggal 5 Maret 2024. Dimana ketika itu per 1 dolar itu dihargai Rp 15.765, dan saat ini menjadi Rp 15.587. Pelemahan ini karena permintaan terhadap dolar yang mengalami penurunan.
Dari indeks saham AS, tanggal 7 Maret 2024 indeks S&P 500 menguat 1,03%, kenaikan tersebut menjadi bukti bahwa market merespon dengan positif. Indeks S&P 500 sendiri juga terus mengalami kenaikan sejak akhir Oktober 2023, seiringan dengan ekonomi AS yang membaik, dan potensi penurunan suku bunga.
Kalau kita lihat memang beberapa indikator ekonomi menunjukkan pertumbuhan positif, namun dari sisi inflasi di angka 3,2% memang ada kenaikan tipis, dan angka 3,2% ini sebenarnya masih lebih baik dibandingkan inflasi Juni 2022 yang di level 9,1%. Jadi ini sudah ada perbaikan pada sisi inflasi dalam beberapa waktu terakhir, harapannya angka inflasi tahun 2024 ini bisa sesuai target.
Dan penyebab kenapa inflasi Juni 2022 mencapai 9,1% adalah mahalnya harga komoditas energi, bahan baku makanan, dan lainnya, karena pandemi yang belum pulih ditambah dengan perang Rusia Ukraina. Dan saat ini pandemi sudah berakhir, dan memang masih terdapat ketegangan di Rusia Ukraina maupun Timur Tengah, tapi jika melihat harga komoditas jika dibandingkan dengan 2022, saat ini sudah turun signifikan. Jadi peluang penurunan inflasi dan suku bunga tahun 2024 ini masih cukup terbuka lebar.
Sedangkan perekonomian di China, pemerintah China menargetkan GDP tahun 2024 mencapai 5% dalam satu tahun penuh, tahun 2022 kemarin pertumbuhan GDP Growth Full Year sebesar 3%, dan tahun 2023 mampu tumbuh 5,2%, pertumbuhan tahun 2023 ini karena perbandingannya adalah tahun 2022 yang masih pandemi. Dan tahun 2024 akan cukup berat jika dibandingkan dengan tahun 2023, namun kita perlu melihat indikator ekonomi China yang beberapa diantaranya sudah mulai membaik. Untuk GDP Growth Rate China kuartal keempat 2023 berada di level 1%, ini masih cukup bagus.
Setelah empat kuartal berturut-turut China mengalami deflasi yang menyebabkan pelemahan daya beli masyarakat, kini China mencatat inflasi di level 0,7%. Menandakan adanya peningkatan daya beli oleh masyarakat. Dengan ini menjadi pertanda adanya pemulihan ekonomi. Ketika daya beli masyarakat meningkat, itu akan meningkatkan pendapatan perusahaan, dan pada akhirnya perekonomian berangsur pulih.
Tidak hanya kabar positif dari inflasi tersebut, Bank Rakyat China (PBOC) juga memangkas suku bunga pinjaman 5 tahun yang menjadi 3,95% dari sebelumnya 4,2%. Ini merupakan penurunan suku bunga pertama sejak Juni 2023, sejalan dalam meningkatkan permintaan kredit dan memulihkan sektor properti. Sedangkan suku bunga 1 tahun saat ini masih dipertahankan pada level 3,45%. Kedua suku bunga pinjaman utama berada pada level yang rendah. Langkah ini dilakukan dalam menumbuhkan perekonomian dan menjaga mata uang yuan agar tetap kuat.
Indikator ekonomi yang lain pada neraca perdagangan juga memperlihatkan kondisi yang sangat bagus, dimana mengalami surplus yang meningkat menjadi US$ 125,16 miliar pada periode dua bulan tahun 2024, dari US$ 103,8 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya, hal ini karena ekspor naik 7,1%, sedangkan impor naik 3,5%.
Indeks PMI Manufaktur China juga mengalami kenaikan menjadi 50,9 poin pada Februari 2024 dari 50,8 poin pada bulan sebelumnya, mengalahkan proyeksi pasar 50,6 poin. Ini adalah pertumbuhan manufaktur dalam empat bulan berturut-turut, dan poin tertinggi sejak September 2023.
Sebelumnya ramai terkait berita kebangkrutan perusahaan Evergrande, yang menandakan adanya krisis sektor properti di China. Jika kita lihat saat ini memang masih ada penurunan pada harga rumah baru yang turun 0,7% secara tahunan. Menandakan masih adanya tren penurunan sektor properti. Kabar baiknya, melalui Kementerian Perumahan China menyetujui pinjaman lebih dari 200 miliar yuan atau setara Rp 439,6 triliun untuk properti tahun 2024 ini, dilakukan untuk mendorong pemulihan sektor properti yang sedang krisis.
Dan yang terbaru, pemerintah China juga siap gelontorkan dana hingga Rp 2.166 triliun. China akan menerbitkan obligasi spesial ‘ultra long’, dimana ini menjadi berita positif terhadap negara-negara yang memiliki hubungan dengan China, termasuk Indonesia. Karena dana dari penerbitan obligasi ini direncanakan untuk pembiayaan proyek terkait pangan, energi, rantai pasokan, dan urbanisasi.
Penerbitan obligasi sebesar satu triliun yuan atau setara Rp 2.166 triliun ini adalah langkah yang diambil pemerintahan China untuk membangunkan kembali ekonomi. Bank sentral China (PBoC) juga mencoba membangkitkan ekonomi China melalui pemangkasan suku bunga pinjaman satu tahun. Dengan bangkitnya ekonomi, tentu Indonesia akan diuntungkan.
Dari data perbaikan ekonomi China tersebut membuat indeks saham China yaitu SSE mengalami kenaikan setelah sebelumnya berangsur-angsur turun sejak pertengahan Mei 2023. Penurunan ini disebabkan karena data ekonomi China yang tidak bagus.
Jadi apakah China bisa mencapai pertumbuhan GDP sebesar 5% tahun 2024 ini? Jika melihat beberapa indikator ekonomi yang pulih dan upaya pemerintah China dalam memulihkan ekonomi tersebut kami cukup optimis China bisa mencapai pertumbuhan GDP sebesar 5% tahun 2024 ini.
Dengan membaiknya ekonomi kedua negara tersebut, tentu saja Indonesia akan memperoleh dampak positif. Tahun 2023 kemarin kontribusi perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat terhadap keseluruhan perdagangan Indonesia sebesar 7,1%, hampir sama dengan kontribusi Jepang. Meskipun tidak terlalu besar, tetap saja efek dari penurunan suku bunga akan berimbas ke perekonomian Indonesia yang akan membaik, karena ketika suku bunga The Fed turun, Indonesia juga berpotensi menurunkan suku bunganya juga. Kalau kita lihat memang ada penurunan perdagangan tahun 2023 kemarin antara Indonesia dengan Amerika Serikat, dan data Januari 2024 secara yoy memang masih terdapat penurunan total perdagangan, karena perekonomian secara global juga masih belum membaik.
Sedangkan perdagangan Indonesia dengan China berkontribusi seperempat dari total perdagangan Indonesia, jadi ketika ekonomi China ini membaik tahun 2024 ini, maka Indonesia benar-benar akan mendapatkan keuntungannya. Meskipun menunjukkan pelemahan perdagangan pada tahun 2023 dan Januari 2024 secara yoy, tetap saja kontribusinya masih besar. Dan ketika ekonomi China berangsur pulih, tentu saja tingkat perdagangan ini akan kembali meningkat, dan bisa membuat ekspor Indonesia ke China kembali naik.
Sementara data terbaru untuk perdagangan Indonesia, sebelumnya kita pernah bahas pada artikel resesi Jepang dan Inggris, namun untuk kali ini sudah data terbaru bulan Januari 2024. Dimana terdapat penurunan terhadap total perdagangan dan juga neraca perdagangan secara yoy, besar kemungkinan hal ini karena perekonomian global yang masih belum membaik, terutama di China yang menjadi mitra dagang terbesar, dimana bulan Januari 2024 masih mengalami deflasi 0,8%, sehingga aktivitas ekspor Indonesia mengalami penurunan sebesar 8,2%. Dan kini sudah ada pemulihan ekonomi China, harapannya perdagangan Indonesia akan meningkat kedepannya.
Dampak dari sentimen akan diturunkannya suku bunga ini membuat harga emas sempat mencapai level tertingginya pada harga US$ 2.182,47 per troi ons.
Di tahun 2024 ini banyak yang memproyeksi akan terjadi kenaikan harga emas, seperti dari para pakar, bank besar, pemimpin industri. Dari Bloomberg yaitu Mike McGlone memproyeksi harga emas di tahun 2024 akan mencapai level US$ 3.000. Robert Kiyosaki memproyeksi harga emas akan mencapai level US$ 5.000. Kemudian Bank of America proyeksinya sampai US$ 2.400. Dan lain sebagainya yang memperlihatkan keoptimisan terhadap rally-nya emas tahun 2024 ini. Kita tahu bahwa pergerakan suku bunga berkebalikan dengan emas, ketika suku bunga turun, maka harga emas akan naik.
Komoditas nikel dalam sebulan terakhir juga mencatatkan kenaikan 14,49%. Harga nikel berada di level $18.324,5 per ton, yang menjadi level tertinggi sejak Oktober 2023, kenaikan ini didorong oleh perkiraan penurunan suku bunga dari pernyataan Federal Reserve tersebut. Kemudian, China yang mencatatkan inflasi setelah sebelumnya deflasi juga menjadi salah satu pemicu kenaikan harga nikel, karena China merupakan negara dengan konsumsi nikel terbesar di dunia.
Mengacu pada data nornickel, konsumsen nikel terbesar dunia pada tahun 2022 adalah China dengan persentase sebesar 60%.
Dan Indonesia kena dampak positifnya, Indeks Harga Saham Gabungan juga mencetak level all time high-nya. Menjadi bukti bahwa market saham Indonesia merespon dengan positif atas sentimen global ini.
Saat ini memang ekonomi AS masih belum sesuai target inflasinya 2%, namun jika kita melihat dalam beberapa waktu sebelumnya, angka 3,2% ini sudah cukup rendah dari sebelumnya yang sempat mencapai 9,1%. Pertumbuhan GDP, Indeks Manufaktur, dan lainnya juga melihatkan pertumbuhan. Namun data-data tersebut masih belum bisa menjadi alasan The Fed menurunkan suku bunganya. Harapannya inflasi bisa turun ke level 2%, dan suku bunga The Fed diturunkan. Dan peluang penurunan suku bunga masih cukup terbuka lebar tahun 2024 ini, dengan data-data ekonomi tersebut, kemudian saat ini sudah tidak pandemi, dan harga komoditas sudah lebih murah dibandingkan tahun 2022.
Sedangkan ekonomi China terus memperlihatkan pemulihan, meskipun sektor properti masih kurang bagus, dengan ditambah upaya pemerintah dalam pemulihan tersebut kami cukup optimis GDP Growth Full Year China bisa tumbuh 5%.
Indonesia benar-benar akan diuntungkan, ketika suku bunga The Fed turun dan GDP China tumbuh 5%. Karena kedua negara tersebut mempunyai peran penting terhadap perekonomian Indonesia. Ketika suku bunga The Fed turun, maka Indonesia berpeluang untuk menurunkan suku bunganya juga, dan saat suku bunga turun, maka aktivitas konsumsi masyarakat ataupun dari perusahaan juga akan meningkat karena bunga pinjaman yang lebih rendah, misalkan masyarakat ingin membeli rumah, maka bunga KPR menjadi lebih rendah, sedangkan untuk perusahaan ketika ingin melakukan ekspansi bisnis dengan meminjam hutang ke bank, maka beban bunganya lebih rendah, sehingga perusahaan dalam membayar beban bunga tersebut menjadi lebih ringan, jika perekonomian dalam negeri membaik maka pendapatan yang akan diperoleh perusahaan bisa meningkat, dan tentu saja ketika kinerja perusahaan membaik, akan berdampak positif terhadap market saham di Indonesia.
Bergabunglah dengan Program Value Investing Mastery untuk meningkatkan pemahaman investasi Anda dan jangan sampai ketinggalan saat saham incaran Anda sudah duluan naik. Klik gambar di bawah ini untuk informasi selanjutnya.
© 2024. All rights reserved