Daftar Isi
ToggleSebelum ke pembahasannya jangan lupa download gratis ebook 5 saham undervalue yang sudah kami analisa dengan klik gambar dibawah ini. Sudah banyak orang mendapatkan manfaat dari ebook ini dan sudah terbukti banyak orang mendapatkan keuntungan return investasi dari membaca ebook ini GRATIS.
Investasi saham sering kali penuh dengan ketidakpastian dan volatilitas. Dalam dunia investasi, setiap keputusan harus dibuat dengan pertimbangan yang matang, terutama saat menghadapi situasi sulit seperti penurunan nilai saham. Salah satu strategi yang sering digunakan investor untuk mengatasi hal ini adalah averaging down. Namun, bagaimana cara menerapkan strategi ini dengan bijak?
Pada artikel ini kami akan mereview portfolio yang dikirim oleh salah satu kawan kami. Kondisi portfolio seperti di bawah ini, di mana kawan kami memiliki saham BSDE sebanyak 550 lot di harga Rp1.146/lembar saham dengan kondisi minus 5,4% dengan nominal minus 3,4 juta. Kemudian ada saham BTPS sebanyak 900 lot di harga Rp2.455/lembar saham. Dengan kondisi mengalami floating loss sebesar 33,8% atau sebanyak 74,7 Juta dan yang terakhir ada saham ITMG sebanyak 70 lot di harga Rp18.333/lembar saham dengan kondisi floating profit 46% sebanyak 59 Juta.
Jika dilihat dari kondisi portfolio tersebut hanya pegang 3 emiten saja dan kawan kami tidak melakukan top up di RDN dalam artian dia ingin memanfaatkan dana yang ada terlebih dahulu untuk dikembangkan. Bisa disimpulkan portfolio tersebut menggunakan strategi konsentrasi portfolio dengan memaksimalkan 3 saham ini saja, dimana jika salah satu saham naik signifikan maka akan berdampak pada kinerja portfolionya.
Sekarang kita akan review bagaimana alokasi per masing-masing sahamnya. Alokasi terbesar maka itu akan sangat berpengaruh terhadap portfolio. Jadi jika kita hitung secara modal, bisa kita jumlahkan terlebih dahulu antara modal + floating loss – floating profit maka akan muncul angka 412 Juta dari portfolio tersebut. Secara alokasi bisa kita simpulkan bahwa dari 412 Juta, 15% dialokasikan ke saham BSDE, kemudian 53% dialokasikan ke saham BTPS dan 32% dialokasikan ke saham ITMG. Jadi dari alokasi porsi di portfolio tersebut dapat kita simpulkan bahwa kinerja dari portfolio tersebut tergantung di saham BTPS nya, karena memiliki alokasi terbanyak. Pertanyaan berikutnya, di akhir tahun 2023 dan diawal 2024 saham BTPS malah turun. Sehingga sangat berpengaruh terhadap portfolio dan menyeret portfolio kebawah. Pertanyaan berikutnya, kenapa kawan kami ini sangat yakin dengan BTPS?
Padahal secara kuartalannya kinerja laba bersih BTPS selalu mengalami penurunan. Pada kuartal keempat tahun 2022 BTPS mampu membukukan laba bersih sebesar 451 Miliar, kemudian di kuartal pertama tahun 2023 sebesar 424 Miliar. Pada kuartal kedua tahun 2023 sebesar 327 Miliar dan kuartal ketiga tahun 2023 sebesar 251 Miliar.
Selanjutnya kita berbicara harga saham secara normal, jika kinerja perusahaan turun sudah sewajarnya harga sahamnya juga turun mengikuti kinerja perusahaannya. Pertanyaan berikutnya, Kenapa porsi BTPS bisa 50%? Apakah karena ada keyakinan terhadap kinerjanya atau karena terjebak di averaging down?
Kita lihat pergerakan harga saham BTPS dari tahun 2022, dimana kawan kami memiliki average di harga Rp2.455/lembar saham. Kami menduga kawan kami ini terjebak di averaging down, jadi ketika pertama kali beli di level harga Rp3.000/lembar saham, kemudian masuk di tahun 2023 harga saham turun dan beli lagi hingga mencapai average di harga Rp2.455/lembar saham. Biasanya itu yang akan terjadi pada mayoritas investor ketika salah menerapkan strategi averaging down.
Jika kami memilih tipe saham turnaround maka yang pertama kali dilakukan adalah dengan cara beli secara bertahap, kemudian kami akan tunggu hingga kinerjanya naik baru melakukan averaging down bahkan juga averaging up. Maka disini kita lakukan averaging down ataupun averaging up itu tergantung dari kinerjanya bukan tergantung harga sahamnya. Banyak investor salah melakukan averaging down ketika harga sahamnya turun tanpa melihat kinerjanya. Bukan berarti saham BTPS jelek, namun bisa jadi saham BTPS ini belum recover dan perlu waktu yang lebih panjang hingga kinerjanya recover. Ketika sudah terkonfirmasi recover dan disitu bisa menambah muatan.
Dapat kita simpulkan dari ketiga saham tersebut, BSDE, BTPS dan ITMG menurut kami kurang tepat ketika memilih saham BTPS sebagai saham mayoritasnya dengan alokasi mencapai 53%. Berbeda dengan saham BSDE yang mana alokasinya masih 15% padahal kinerja di tahun 2023 dan proyeksi untuk tahun 2024 ini akan sangat bagus. Jadi seharusnya ketika kami berada di posisi kawan kami itu, harusnya saham BTPS kita biarkan terlebih dahulu hingga kinerjanya terkonfirmasi naik baru menambah muatan. Berbeda dengan saham BSDE ketika kinerjanya naik dan harga sahamnya turun atau stagnan, disitu kami akan menambah muatan. Sehingga saham yang sudah terkonfirmasi naik itu akan menjadi saham andalan kami.
Pertanyaan berikutnya ini sudah terjadi dan tidak ada tambahan dana yang masuk ke RDN dan ingin memaksimalkan portfolionya apa yang harus dilakukan? Ketika kami berada di posisi tersebut maka yang akan kami lakukan kami akan cutloss sebagian BTPS kemudian dana dari hasil cutloss tersebut akan kami belikan saham di BSDE dimana harga sahamnya belum naik dan kinerjanya sudah terkonfirmasi naik akan terus kami tambah muatan hingga menjadi saham dengan porsi terbesar di portfolio.
Untuk mendalami lebih lanjut tentang strategi investasi saham yang efektif, kami mengundang Anda untuk bergabung dengan program Value Investing Mastery. Klik gambar di bawah ini untuk informasi lebih lanjut dan mulai perjalanan investasi Anda dengan strategi yang teruji.