Soft Landing atau Hard Landing: Pengaruh Pemangkasan Suku Bunga The Fed pada IHSG

Investor Pesimis dengan Prospek IHSG!

Saat ini IHSG mencatatkan level tertingginya di 7.658,8. Namun bullish-nya IHSG ini tidak serta merta membuat investor optimis mengenai masa depan IHSG. Hal ini disebabkan karena data historis, mereka menyebutkan bahwa ketika suku bunga The Fed dipangkas, hal ini akan membuat IHSG crash. Apakah memang benar demikian?

IHSG ATH Akibat Potensi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Kenaikan IHSG mencapai level tertingginya tersebut terdorong oleh potensi pemangkasan suku bunga The Fed, sebelumnya ketua Federal Reserve yaitu Jerome Powell menyatakan bahwa waktunya telah tiba untuk menyesuaikan kebijakan, yang mengindikasikan bahwa tidak lama lagi mereka akan segera memangkas suku bunga.

Akibat pernyataan tersebut, tidak hanya IHSG yang menguat, tapi rupiah juga sempat menguat ke level Rp 15.401 per dolar AS, menjadi level terkuatnya sejak awal tahun 2024 ini.

Soft Landing vs Hard Landing

Kedua istilah ini cukup penting kita ketahui ketika suku bunga The Fed sedang tinggi, apalagi buat kalian yang takut terjadi market crash akibat pemangkasan suku bunga The Fed.

Soft Landing, terjadi ketika adanya kebijakan pengetatan moneter, dimana kenaikan suku bunga berhasil memperlambat ekonomi tanpa menyebabkan resesi. Inflasi menurun, pertumbuhan ekonomi masih positif dan stabil. Pengangguran mungkin naik, tetapi tidak berada di tingkat yang parah. Soft landing tentu diinginkan oleh banyak orang, karena menunjukkan bahwa kebijakan moneter berhasil mengendalikan inflasi, tanpa membuat ekonomi turun.

Sebaliknya, hard landing terjadi ketika pengetatan moneter menyebabkan penurunan ekonomi yang tajam, seringkali terjadi resesi. Inflasi mungkin saja terkendali, tetapi biasanya terjadi kenaikan pengangguran yang signifikan, dan ekonomi menurun. Hard landing bisa menyebabkan krisis ekonomi lebih dalam, dan pasar saham bisa jatuh.

Terus kaitan dengan pemangkasan suku bunga The Fed apa? jika The Fed tidak memangkas suku bunga tinggi dengan tepat waktu maka risiko hard landing meningkat, yang bisa membuat market saham crash. Sedangkan jika pemangkasan dilakukan dengan tepat dan terukur, soft landing bisa tercapai, maka ekonomi akan tambah membaik.

Disini kami akan membahas penyebab beberapa kondisi IHSG yang crash, dimana saat itu juga berdekatan dengan pemangkasan suku bunga The Fed.

Market Crash 2020

IHSG jatuh pada awal tahun 2020 yang disebabkan oleh pandemi covid-19, memang benar bahwa pandemi masuk ke Indonesia bulan Maret 2020, akan tetapi saat itu sudah timbul kekhawatiran sejak bulan Januari 2020, dimana kasus covid-19 pertama kali diumumkan di China pada akhir tahun 2019.

Saat itu ada pemangkasan suku bunga yang dilakukan Federal Reserve, akan tetapi pemangkasan tersebut sudah berjalan sejak bulan Juli 2019, dan IHSG sempat menguat di akhir tahun 2019. Baru masuk awal tahun 2020, IHSG berangsur turun dan puncak turunnya di bulan Maret 2020.

Kita tidak boleh melihat sekilas saja dan langsung menyimpulkan penurunan IHSG karena pemangkasan suku bunga The Fed, kita perlu melihat data pertumbuhan ekonomi AS dan Indonesia saat itu. GDP annual growth rate AS melambat menjadi 1,2% pada Q1 2020 dari Q4 2019 sebesar 3,2%, begitu juga dengan Indonesia dari 5% menjadi 3% pada Q1 2020, dimana saat itu sudah ada kasus covid-19.

Selanjutnya pada Q2 2020, kedua negara ini mencatatkan GDP yang minus, AS -7,5% dan Indonesia -5,3%. AS mencatatkan GDP annual growth rate yang minus hingga Q4 2020, sedangkan Indonesia sampai Q1 2021. Jadi saat itu market saham Indonesia jatuh lebih tepatnya karena kondisi ekonomi yang jatuh karena pandemi, bukan karena kebijakan moneter.

Pergerakan suku bunga Bank Indonesia saat itu mirip dengan suku bunga The Fed.

Market Crash 2008

Pada tahun 2008 IHSG jatuh 61,6% ke level 1.089, turun dari level tertingginya di awal tahun 2008 yang ada di level 2.838, jatuhnya IHSG saat itu karena krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat. Indonesia juga terkena dampaknya, dimana GDP kita saat itu turun ke level 4%. Ketika ekonomi AS jatuh, maka negara-negara lain juga kena dampaknya, karena AS adalah negara dengan ekonomi terbesar dan berpengaruh di dunia.

Saat itu The Fed mulai memangkas suku bunga pada bulan September 2007, namun IHSG terus mencatatkan kenaikan hingga mencapai level tertingginya pada Desember 2007. Baru setelah itu IHSG jatuh karena kondisi ekonomi AS yang turun.

GDP saat itu memang masih cukup bagus di Indonesia, namun di AS sejak Q1 2008 sudah melambat menjadi 1,4% dari sebelumnya 2,1%. Kemudian pada Q3 2008 hanya 0,3% saja, dan setelah itu minus dari Q4 2008 – Q3 2009. Hal ini yang menjadi permasalahan utama IHSG jatuh saat itu, GDP Indonesia saat itu pada Q2 2009 juga sempat turun ke level 4,08%. Dan terbukti ketika GDP meningkat, IHSG juga bullish.

Suku bunga Bank Indonesia saat itu juga cukup tinggi, kemudian menurun.

Krisis keuangan global bermula dari rendahnya tingkat suku bunga Amerika Serikat pada tahun 2003, sebagai kebijakan moneter longgar Federal Reserve dalam merangsang ekonomi setelah terjadinya bubble dot-com. Suku bunga rendah ini mendorong peningkatan kredit dan pinjaman yang murah, termasuk hipotek untuk perumahan, yang menciptakan gelembung harga properti. Ketika suku bunga mulai naik pada pertengahan 2004 karena kenaikan inflasi sekitar 3% – 4,7%, membuat banyak peminjam berisiko tinggi gagal membayar pinjamannya, menyebabkan penurunan tajam harga rumah dan merugikan lembaga keuangan yang berinvestasi dalam produk keuangan hipotek. Krisis ini menyebar ke seluruh dunia, dan membuat jatuhnya IHSG.

Jadi penurunan IHSG saat itu ditimbulkan karena kondisi krisis keuangan AS yang memburuk karena meningkatnya suku bunga. Bukan karena ada pemangkasan suku bunga, yang sebenarnya pemangkasan suku bunga dilakukan untuk menguatkan perekonomian saat itu. Untuk kasus ini masuk sebagai hard landing.

 

Market Crash 1998 & 2001

Bulan September 1998, IHSG jatuh 62% ke level 276, disebabkan karena krisis moneter Asia yang dimulai pada tahun 1997. Krisis ini diawali dari Thailand, saat Baht mengalami devaluasi, dan menyebar ke negara Asia lainnya, seperti Indonesia. Ketidakpastian ekonomi membuat investor domestik ataupun asing menjadi panik, sehingga mereka menarik dananya dari pasar saham Indonesia, membuat IHSG jatuh.

Jatuhnya nilai tukar Rupiah saat itu meningkatkan beban utang luar negeri perusahaan Indonesia, yang membuat banyak perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Kemudian perbankan juga terjadi krisis, banyak bank kesulitan likuiditas karena nasabah yang menarik uangnya secara besar-besaran, dan saat itu kredit macet juga tinggi. Kondisi tersebut bertambah buruk karena adanya krisis politik di Indonesia, dimana jatuhnya pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto. Ketidakstabilan politik ini juga menyebabkan IHSG jatuh, karena kepercayaan investor yang sudah hilang untuk berinvestasi di Indonesia.

Saat itu IHSG sebenarnya sudah jatuh terlebih dulu dibandingkan pemangkasan suku bunga The Fed, jatuhnya IHSG saat itu karena krisis moneter Asia yang dimulai 1997, bukan karena pemangkasan suku bunga The Fed. Pemangkasan suku bunga The Fed saat itu baru dimulai September 1998, atau saat IHSG lagi pas banget dibawah. Kemudian tahun 2001 IHSG kembali turun, namun saat itu karena pecahnya bubble dot-com di pasar saham AS. Kita lihat juga saat itu pada Januari 2001 suku bunga AS dipangkas, namun setelah itu IHSG terus naik.

Tahun 1998 GDP Indonesia jatuh, sedangkan AS masih kuat. Kemudian GDP AS baru turun pada 2001 karena pecahnya bubble dot-com saham teknologi dan internet AS pada awal tahun 2000, karena saat itu AS meningkatkan suku bunganya yang menyebabkan perusahaan teknologi kesulitan membayar pinjamannya, disertai valuasi yang sudah mahal pada saham perusahaan teknologi dan internet, karena tingginya keyakinan investor terhadap prospek perusahaan teknologi saat itu, ditambah dengan adanya serangan teroris 11 September 2001 yang menyebabkan ekonomi AS terguncang. Serangan tersebut menyerang sektor keuangan, dan menurunkan aktivitas ekonomi, seperti penerbangan, pariwisata, dan asuransi.

Jadi, IHSG jatuh pada 1998 lebih disebabkan oleh krisis moneter Asia, sedangkan jatuhnya IHSG pada akhir 2000 – awal 2001 karena terkena dampak tingginya suku bunga The Fed, ditambah serangan teroris. Setelah suku bunga The Fed dipangkas, IHSG saat itu kembali melonjak.

Suku bunga Bank Indonesia tahun 1998 juga sangat tinggi bahkan menyentuh 70,8%. Sedangkan pada 2001 – 2002 juga ada kenaikan, dimana saat itu masih dalam tahap pemulihan ekonomi.

Prospek IHSG

Apakah pemangkasan suku bunga The Fed nantinya akan membuat IHSG jatuh? dengan kondisi ekonomi AS maupun Indonesia yang masih terbilang bagus saat ini, maka seharusnya IHSG akan memiliki prospek yang cerah. Jika pemangkasan suku bunga dilakukan ketika ekonomi masih bagus, seharusnya ekonomi kedepan masih akan tetap baik-baik saja, apalagi jika pemangkasan diatur dengan baik.

GDP annual growth rate AS masih bertumbuh, bahkan lebih bagus pada Q2 2024 sebesar 3,1% dibandingkan Q1 2024 yang saat itu 2,9%.

Sedangkan di Indonesia, saat ini masih bertumbuh di 5,05%, meskipun ada perlambatan dari sebelumnya Q1 2024 5,11%, namun kondisi diatas 5% ini masih bagus.

Fokus Kinerja Perusahaan

Kita sebagai seorang investor harus bagaimana? Tidak usah memikirkan IHSG akan bagaimana, apalagi jika ada yang bilang IHSG akan crash. Kita cukup fokus ke kinerja perusahaan yang akan kita beli, hanya itu saja. Lihat bagaimana kinerja terbaru perusahaan, apakah pendapatan dan laba bersihnya growth dengan bagus. Cek juga kesehatan neraca perusahaan, apakah berpotensi gagal bayar atau tidak. Kemudian cek juga potensi bisnis perusahaan kedepannya, apakah akan berpotensi growth dengan bagus. Dan pastikan juga valuasi harga saham perusahaan tersebut masih murah. Kita hanya perlu fokus ke kinerja perusahaan, tidak perlu memikirkan bagaimana sentimen berdatangan, asalkan kinerja perusahaan bertumbuh, maka harga sahamnya itu akan mengikuti fundamental asli perusahaan.

Jika Anda tertarik untuk belajar lebih lanjut tentang investasi dan analisis saham, bergabunglah dengan program Value Investing Mastery. Klik gambar di bawah ini untuk mendaftar dan memulai perjalanan investasi Anda.

Merupakan platform belajar Investasi tumbuh dengan tenang yang dapat di akses kapanpun dan dimanapun tanpa ribet. Dapatkan return investasi yang maksimal dengan strategi yang tepat.
The Investor

© 2024. All rights reserved