Resesi, Suku Bunga Tinggi dan Kurs Rupiah Melemah Akhir Tahun 2022
Resesi, Suku Bunga Tinggi dan Kurs Rupiah Melemah
Di artikel kali ini kami coba jelaskan sedikit mengenai Resesi di karenakan suku bunga yang tinggi dan Kurs rupiah akan melemah. Tapi sebelum masuk ke pembahasannya jangan lupa like dan follow ya.
Kita balik dulu ke akar permasalahan dari semua ini yaitu saat pandemi Covid-19, masih ingat apa yang terjadi pada saat pendemi 2020? Saat itu ekonomi di paksa untuk berhenti. Mengapa hal itu sebagai akar permasalahan pertama?
Pada saat 2019 ekonomi berjalan lancar demand (Permintaan/pembeli) dan Suplly (penawaran/penjual) berjalan cukup beriringan. Setelah itu saat 2020 ekonomi di paksa berhenti tiba tiba. Tebak apa yang terjadi saat itu ? Yap demand (permintaan) dipaksa untuk berkurang sangat drastis di karenakan aktivitas sangat terbatas, kita dipaksa untuk berdiam hanya di rumah saja untuk terhindar terkena gejala Covid-19. Kami memberi apresiasi kepada pembaca yang bisa survive di fase ini kalian adalah orang yang kuat dan ikut aturan pemerintah untuk selalu menjaga jarak.
Balik lagi ke inti pembicaraan yaitu demand (Permintaan) dipaksa turun. Mungkin kami kasih persentasi saja agar lebih mudah di pahami tetapi angka persentase ini tidak akurat, anggap saja di tahun 2019 demand saat itu sebanyak 100%. Tiba – tiba tahun 2020 saat pandemi, demand menurun menjadi 50% (angka ini tidak mungkin 0% ya karna mau bagaimana pun kondisinya, kita tetap perlu makan, walaupun di kondisi jalan raya sepi seperti di berita Tv di saat itu kita bisa tidur di jalan raya). Lalu bagaimana dengan supply (Penawaran)? Yap, otomatis supply dari 2019 yang juga 100% tiba – tiba harus menyesuaikan menjadi 50% juga. Akibatnya disisi supply ini banyak penjual gulung tikar dikarenakan tidak siap oleh kondisi saat itu apalagi yang mempunyai hutang besar.
Nah lalu kita bertanya mengapa hal ini sebagai masalah utamannya ? Jadi gini, kita tau kan disemua negara mempunyai Bank Sentral (Sejenis Bank Indonesiadi negara lain) yang tugasnya untuk mengatur ekonomi berjalan lancar. Disaat kondisi itu, Bank Sentral akan mencetak uang lebih banyak agar ekonomi bisa berjalan lancar dengan harapan agar kita bisa survive di saat pandemi.
Di sisi lain, banyak perusahaan mulai tidak bisa beroperasi, penerbangan diberhentikan, kita harus kerja dari rumah, dan kita wajib menggunakan masker saat keluar rumah, otomatis perusahaan yang tidak bisa kerja dari rumah seperti pertambangan,transportasi dll banyak yg melakukan PHK karyawan agar menurunkan cost/beban perusahaan bahkan sampai menyatakan gulung tikar. Otomatis disaat itu kondisi supply (penjual) sudah ber iringan dengan demand (pembeli) padahal Bank Sentral sedang derasnya mengucurkan dana baru.
Jadi disini sudah mulai paham kan Bola panas tersebut, hehe.
Naah di saat kita sudah mulai bisa ber adaptasi dengan Pandemi Covid-19, kita mulai kerja dengan berdampingan dengan virus tersebut berharap semua gejala ini cepat berlalu dan datanglah Vaksin sebagai keyakinan kita untuk ber adaptasi.
Baru lah di saat ekonomi membaik Demand yang tadinya 50% naik menjadi 100% lagi. Perusahaan yang balance sheet nya kuat akan tetap bertahan walaupun di masa itu mereka sempat terkena dampak, akan tetapi sangat berbeda jauh dengan perusahaan yang balance sheet nya sangat tidak bagus apalagi perusahaan tersebut mempunyai hutang atau setelah ekspansi yang membuat tidak mempunyai cash untuk bertahan di kala pandemi (terutama seperti pertambangan maupun transportasi laut). Yap perusahaan sudah gulung tikar menjual aset nya dan akan susah untuk membuat pertambangan kembali seperti sedia kala, sebut saja seperti Batu Bara, Minyak,industri pengolahan bahan mentah dan Perkapalan.
Pengusaha di perusahaan tersebut di paksa untuk bertahan di kala ketidak pastian ekonomi dan tidak tahu sampai kapan berakhir pandemi akan tetapi di saat ekonomi pulih mereka yang bisa bertahan akan kewalahan.
Kewalahan yang dimaksud dari perusahaan yang mampu bertahan ialah Suplly yang tadinya 50% dikarenakan banyak yang gulung tikar butuh waktu agar bisa memenuhi demand kembali, perlahan supply naik akan tetapi tidak serta merta langsung 100%, pasti terjadi Gap antara suply dan demand. Dengan kondisi ini perusahaan yang bertahan kewalahan untuk mendapatkan durian runtuh karena permintaan yang sangat banyak, otomatis perusahaan tersebut bisa menaikkan harga yg tidak bisa dikontrol sesuai hukum alam (Permintaan naik sedangkan Penjual nya sedikit pasti harganya akan naik).
Dan supply yang berantakan ini sebagai pemicu awal akan munculnya masalahan bagi negara2 yang tidak mempunyai sumber daya yang melimpah untuk kebutuhan listiknya. Mengapa kita singgung disini listrik ?
Yap disaat ekonomi pulih dan uang beredar bertambah lalu diikuti demand kembali ke 100% banyak perusahaan baru maupun perusahaan lama membangun pabrik dan binsis kecil2 an yang akan membuat kebutuhan litrik meningkat, yang terjadi ialah harga Listirik ikut naik dikarenakan bahan bakunya juga naik yaitu Batu bara yang kebutuhan PLTU indonesia masih mendominasi kurang lebih di atas 45% terhadap +73 ribu Mega Watt.
Dari semua penjalasan di atas kita sudah mengetahui bahwa Tarif listrik naik yang membuat semua pabrik akan terdampak oleh kenaikan tersebut dan kenaikan ini wajar bahkan di sebagian negara kenaikan tarif listrik mencapai 2-3 x lipat. Artinya cost pembuatan bahan baku dari produsen bertambah mahal dong sedangkan Produsen tidak bisa dengan cepat menaikan harga ke konsumen. Hal inilah yang memicu terjadinya INFLASI.
Hal ini di perparah oleh naiknya harga BBM sebagai sumber utama transportasi, tetapi hal ini tidak mengejutkan karena kebutuhan Minyak di Indonesia ialah 1,4 Juta Barel/hari sedangkan Prouksi Indonesia 700 Ribu Barel/Hari. Oke awal 2022 kita belum merasakan kenaikan, mau tau kenapa ? Ya, dikarenakan kita mendapat subsidi oleh pemerintah, kita sangat bersyukur hidup di Indonesia karena banyak nya Subsidi.
Tapi apa yang terjadi di saat harga BBM yg di Impor makin tambah Mahal ? Ya, jelas harga BBM di Indonesia juga harus naik dikarenakan ada selisih harga dari 700 Ribu Barel/hari yg di talangin. Di saat harga BBM naik otomatis Inflasi juga akan Naik.
Sudah mulai paham kan sampai sini?
Ok selanjutnya kita harus tahu dulu apa itu Inflasi ? Inflasi ialah Kenaikan Harga Barang dan Jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Artinya Inflasi ini wajar kan selama PDB indonesia tetap bisa tumbuh dan tadi kita sempat bilang sangat bersyukur tinggal di Indonesia dikarenakan kita adalah negara ekspor komoditas yang membuat penerimaan Negara juga naik lalu digunakan untuk Subsidi, Hehe.
Pasti banyak pertanyaan bagaimana cara Negara untuk meredam Inflasi ? yap betul, dengan cara menaikkan Suku bunga yang artinya masyarakat dipaksa untuk melakukan pengereman pembelian agar demand dan supply tadi bisa stabil lagi.
Hal ini juga berlaku dengan Negara lain, contohnya Amerika melakukan kenaikan Suku Bunga tertingginya sepanjang 20 Tahun terakhir, yaitu 75 Basis Poin agar bisa menekan Kenaikan Inflasi tersebut.
Apa sih yang paling di takutkan dalam hal ini ? yap, Resesi, yaitu keadaan pertumbuhan ekonomi (GDP) Negatif dalam 2 kuartal berturut – turut. Hal ini yang terjadi di Amerika skrng, dampak dari resesi tersebut melambatnya perekonomian Amerika. Dan hal ini lah yang akan mengakibatkan instability nilai tukar rupiah melemah dikarenakan penurunan capital inflow.
Lalu apa efek terparah apabila hal ini terus berlanjut sampai 2 tahun bertahun-tahun ? Maka akan terjadi Depresi yang sangat mengerikan dan semoga saja tidak terjadi hal tersebut.
Apakah Indonesia akan mengikuti Amerika terhadap Resesi ini? Jawabanya ialah tidak, terlihat untuk saat ini Indonesia di kuartal sekarang GDP tumbuh +3,72%. Cukup salut dengan Kinerja BI (Bank Indonesia) dalam menangani Inflasi dengan cepat menaikan suku bunga ditambah dengan kinerja Top 4 Bank kita yang menyalurkan kredit lebih banyak ke sektor produktif dari pada konsumtif.
Good JoB .
Erose Perwita
Author | Founder theinvestor.id