Manfaat Kebijakan Suku Bunga BI bagi Investor: Peluang Emas?
Pelajari strategi value investing untuk sukses berinvestasi jadi lebih mudah! Penjelasan mendalam, cara praktis, dan manfaatnya untuk investor.
Sebelum ke pembahasannya jangan lupa download gratis ebook 5 saham undervalue yang sudah kami analisa dengan klik gambar dibawah ini. Sudah banyak orang mendapatkan manfaat dari ebook ini dan sudah terbukti banyak orang mendapatkan keungutngan return investasi dari membaca ebook ini GRATIS.
Identifikasi Masalah
Memahami ekonomi global dan nasional adalah bagian vital dalam membangun strategi investasi yang sukses. Keputusan terbaru Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan, BI 7-Day Reverse Repo Rate, pada 5,75% dapat membingungkan banyak investor, terutama mengingat dampaknya terhadap indeks harga saham gabungan (IHSG). Pada Agustus 2022, pengumuman kenaikan suku bunga acuan pertama kali dari 3,5% ke 3,75% menyebabkan penurunan IHSG, menandai kurangnya kepercayaan investor terhadap perekonomian saat itu. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia yang dilakukan pada tanggal 21 & 22 Juni 2023 menghasilkan keputusan untuk tetap menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate di angka 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5%, dan suku bunga Lending Facility 6,5% Suku bunga acuan yang tetap ditahan ini konsisten dengan stance kebijakan moneter, hal itu dilakukan agar inflasi bisa terkendali dengan baik, sasarannya sekitar 3,0±1% untuk tahun 2023 ini. Kebijakan difokuskan dengan penguatan stabilisasi nilai Rupiah, agar bisa mengendalikan inflasi barang impor dan untuk memitigasi adanya dampak rambatan dari ketidakpastian pasar keuangan global. Kemudian tetap melanjutkan kebijakan likuiditas dan makroprudensial longgar, supaya bisa mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dan bisa menjaga stabilitas sistem keuangan. Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran terus dilakukan, hal ini untuk memperluas ekonomi, keuangan digital, kemudian untuk memperkuat stabilitas sistem dan layanan pembayaran. Beberapa hal tersebut dilakukan agar bisa membuat ekonomi Indonesia bisa tumbuh berkelanjutan. Ekonomi global diperkirakan akan bertumbuh 2,7% (yoy) dengan risiko perlambatan di Amerika Serikat dan Tiongkok. Inflasi di Amerika Serikat masih tinggi karena adanya keketatan dalam pasar tenaga kerja, di saat perekonomian yang sudah cukup baik dan meredanya tekanan stabilitas sistem keuangan, yang kemungkinan bisa membuat Federal Funds Rate (FFR) kedepannya naik. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok juga tidak sekuat perkiraan di saat tingkat inflasi rendah yang membuat adanya pelonggaran kebijakan moneter. Pemulihan ekonomi di India masih kuat karena permintaan domestik dan ekspor jasa. Kenaikan konsumsi rumah tangga saat ini disebabkan karena mobilitas yang naik, ekspektasi pendapatan yang membaik, dan inflasi yang terkendali. Kemudian untuk Investasi juga masih kuat terutama pada investasi non bangunan, yang seiringan dengan kinerja ekspor yang masih positif dan berlanjutnya hilirisasi. Adanya kunjungan wisatawan dari luar negeri juga membuat sektor pariwisata membaik. Hasil survei Bank Indonesia mengonfirmasi jika adanya perbaikan ekonomi dalam negeri, dimana adanya keyakinan konsumen yang meningkat, penjualan eceran bertumbuh positif, dan indikator dini Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur yang tetap di zona ekspansi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2023 ini diproyeksikan Bank Indonesia pada 4,5 – 5,3%.Solusi yang Ditawarkan
Saat pertama kalinya diumumkan kenaikan suku bunga acuan di Indonesia pada Agustus 2022 dari 3,5% ke 3,75% dikarenakan inflasi yang sudah naik tinggi, pergerakan IHSG mengalami penurunan hingga saat ini. Hal ini kemungkinan dipicu karena investor kurang yakin dengan perekonomian saat itu, dan lebih memilih untuk berinvestasi ke aset dengan risiko rendah.Dengan kebijakan Bank Indonesia yang tetap menahan suku bunga, diharapkan inflasi bisa turun dan membuat aktivitas perekonomian di Indonesia menguat, yang pada akhirnya aktivitas investasi khususnya di saham bisa kembali bergairah dan IHSG bisa melebihi level 7.000.
Namun, ada aspek positif dari kebijakan ini yang perlu diperhatikan. Mempertahankan suku bunga acuan adalah langkah yang konsisten dengan kebijakan moneter yang bertujuan mengendalikan inflasi dan memperkuat stabilitas nilai Rupiah. Ini juga diarahkan untuk memitigasi dampak dari ketidakpastian pasar keuangan global. Kebijakan ini memberikan ruang untuk menstabilkan dan memperkuat ekonomi Indonesia, dan dengan demikian, menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi investor.
Manfaat untuk Investor
Ketahanan suku bunga acuan dan kebijakan lainnya yang diterapkan oleh BI mampu memberikan dorongan untuk perekonomian dan pasar saham. Membantu stabilisasi nilai Rupiah dan pengendalian inflasi, serta penyaluran kredit/pembiayaan yang lebih efisien, semuanya mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. Dengan melihat ini dalam perspektif yang lebih luas, ini berarti potensi peningkatan kinerja IHSG, dan peluang investasi yang lebih baik bagi investor. Pada titik ini, penting juga untuk menyoroti bahwa BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia antara 4,5 – 5,3% untuk tahun 2023. Ditambah dengan perbaikan dalam ekonomi domestik yang diperkuat oleh survei Bank Indonesia, ini memberikan gambaran positif tentang prospek perekonomian dan investasi di masa depan.Tindakan yang Harus Diambil
Sebagai investor, wawasan ini penting. Kebijakan BI dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap investasi Anda, baik langsung maupun tidak langsung. Jadi, bagaimana Anda memanfaatkan situasi ini untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari investasi Anda? Saya mengajak Anda untuk bergabung dalam program Value Investing Mastery. Klik gambar di bawah ini untuk mendaftar dan memulai perjalanan investasi Anda bersama kami. Dengan pemahaman yang mendalam tentang berbagai faktor yang mempengaruhi pasar, kami akan membantu Anda merumuskan strategi yang efektif untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari situasi ini. Investasi cerdas dengan kami dan temukan peluang emas dalam setiap tantangan ekonomi.
Facebook
Telegram
WhatsApp
Twitter