Manajemen Risiko Investasi Saham: Panduan Cut Loss Efektif

Pahami kapan saat tepat menjual saham dengan teknik rebalancing, switching, dan cut loss. Optimalisasi investasi Anda dengan strategi manajemen risiko

Sebelum ke pembahasannya jangan lupa download gratis ebook 5 saham undervalue yang sudah kami analisa dengan klik gambar dibawah ini. Sudah banyak orang mendapatkan manfaat dari ebook ini dan sudah terbukti banyak orang mendapatkan keuntungan return investasi dari membaca ebook ini GRATIS.

Masalah yang Dihadapi Oleh Investor

Sebagai investor, tentu Anda pernah bertanya: “Kapan sebaiknya saya menjual saham saya?” Pertanyaan ini menjadi salah satu pertanyaan yang paling sering diajukan oleh investor, terutama setelah mereka membeli saham. Apakah saham tersebut harus di hold selamanya atau ada waktunya untuk dijual? Dalam artikel ini, kami akan membahas berdasarkan pengalaman kami selama ini. Kapan waktu harus CUT LOSS di saham

Rebalancing Portfolio

Yang pertama kapan kita akan menjual saham? Ketika kita akan melakukan rebalancing portfolio, rebalancing ini adalah menyesuaikan kembali komposisi portfolio, baik portfolio investasi secara keseluruhan maupun portfolio saham. Biasanya dilakukan jika yang pertama portfolio masih dirasa belum ideal, baik portfolio investasi maupun portfolio saham. Belum ideal misalkan kita belum tenang dengan kondisi portfolio kita saat ini, contohnya kita masih seorang pemula sedangkan kita sudah memasukkan instrumen saham sebanyak 70%, sedangkan 30% di ORI atau sukuk. Kita sering sekali gelisah dengan volatilitas market sehingga kita masih tidak tenang, maka disitu kita perlu rebalancing lagi, jual sebagian sahamnya kemudian dimasukkan ke ORI atau sukuk. Sampai kita merasa ideal, sampai kita bisa tenang, dalam perjalanan kita bisa tenang disitulah kita baru merasakan ideal, tapi kalau belum ya kita melakukan rebalancing.

Switching: Menemukan Perusahaan yang Lebih Baik

Yang kedua menemukan perusahaan yang lebih baik, alias melakukan tukar guling, jadi misalnya kita sudah membeli saham A dan kita merasa bagus, tapi kita menemukan saham B yang menurut kita setelah kita analisa secara menyeluruh potensinya lebih besar di saham B. Tidak ada salahnya kita melakukan switching, kita jual saham A, dan dana hasil penjualan kita belikan saham B, jadi tidak kita simpan cashnya. Alias langsung kita belikan saham lain, itulah yang namanya switching.

Evaluasi Valuasi Saham

Ketika valuasi sudah mahal atau memang sudah masuk ke harga wajar, ketika kita belinya di harga undervalue, maka ketika kita bicara mengenai valuasi yang sudah mahal atau sudah masuk di harga wajar, maka biasanya kita akan menemukan atau membeli saham ini ketika marketnya sedang lesu, ketika marketnya sedang dalam sentimen negatif, yang membuat harga saham pada jatuh menjadi undervalue, disitu kita beli.

Biasanya valuasi menjadi mahal ketika market dalam fase euforia, orang-orang senang membeli saham membuat harga sahamnya menjadi tinggi, dan makin naik, membuat valuasinya menjadi mahal atau masuk fase wajar, disitu kita bisa melakukan take profit.  Maka untuk kita bisa menjual di harga yang mahal atau wajar ini, hal yang harus kita lakukan adalah menentukan harga wajar sahamnya. Kemudian yang kedua yaitu menunggu saat market euforia, jadi sangat disarankan ketika kita akan melakukan take profit adalah saat market sedang euforia, jadi saat market lesu ya jangan dijual dulu, atau kita lakukan rebalancing ketika mau jual saat market lesu. Dan nanti kita jual saat market euforia, kita take profit, kita simpan dulu cashnya, sambil kita menunggu market kembali lesu kita masuk lagi

Fundamental Berubah

Dan ini adalah kapan kita melakukan cut loss, yaitu ketika fundamental berubah, ketika kinerja sudah tidak sesuai skenario yang kita harapkan, maka kita tetap melakukan cut loss, kondisi fundamental perusahaan tidak sesuai ekspektasi, contohnya misalkan kita memprediksi kinerja Q4 2022 membaik, tapi ternyata justru turun, dan penurunan kinerja di Q4 2022 sudah di luar batas toleransi kita, maka disitu kita bisa melakukan cut loss.

Yang kedua mungkin kita lihat secara neraca hutangnya membengkak di luar ekspektasi yang membuat proyeksi kita untuk perusahaan ke depan akan susah membayar hutangnya, kita bisa melakukan cut loss.

Yang ketiga terbalik ya, tadinya laba kemudian merugi. Harapannya adalah di tahun ini kinerjanya naik, malah justru kinerjanya turun bahkan merugi, disitu kita bisa melakukan cut loss, ini beda dengan membeli saham turnaround, dimana saham turnaround ini adalah perusahaan yang tadinya rugi, ada potensi labanya naik, ada potensi perbaikan kinerja di tahun ini, tapi kalau kebalikannya misalnya membeli saham growth kemudian harapannya adalah kinerja kuartal berikutnya tetap naik, tapi justru malah turun, dan penurunan ini tidak bisa kita toleransi lagi, dan tidak ada salahnya kita jual saham tersebut.

Yang keempat, pemilik atau manajemen bermasalah, jadi misalkan si manajemen atau pemilik perusahaan sedang ada kasus di pengadilan dan sebagainya yang membuat kita juga tidak nyaman berbisnis dengan beliau ini, ya kita lakukan cut loss juga. Dan intinya adalah biasanya ketika sudah tidak lagi dalam fase turnaround atau growth, maka disitu saya bisa katakan fundamentalnya sudah berubah, kami sendiri hanya fokus di dua kategori saham yaitu turnaround dan growth. Dan ketika sudah tidak masuk dalam fase tersebut lagi, kami memilih untuk keluar, cut loss pun tetap perlu dilakukan.

Study Case Cut LOSS saham DUCK

Ini contoh ketika kami melakukan cut loss, kami pernah di tahun 2021 lalu cut loss 57% yang menjadi cutloss terbesar sepanjang karir kami di bursa saham. Sahamnya adalah DUCK, jadi kami beli saham DUCK ini di sekitar pertengahan tahun 2020, dan di tahun 2021 setelah kami hold satu tahun akhirnya kami cutloss. Apa pertimbangannya?

Jadi untuk saham DUCK ini tahun 2020 termasuk kategori potensi turnaround, karena waktu pandemi covid semua restorannya tutup, otomatis kinerjanya jatuh, dan kalau kinerjanya jatuh, ya perusahaan tidak menghasilkan laba, tetapi di sisi neraca masih sehat, tidak punya hutang sama sekali, waktu itu harga Rp 500 per lembar saham kami beli menunjukkan market cap 641 miliar. Sedangkan ketika kami membaca neraca terbaru saat itu posisi 31 Desember 2019, DUCK masih menyimpan cash senilai 940 miliar. Seperti contoh kami beli perusahaan di harga 641 miliar, tetapi di laci perusahaan ada cash 940 miliar, artinya kami untung. Di sisi lain perusahaan tidak punya hutang, dan sebagainya. Jika kalau kita pilih saham turnaround ini pertama pastikan perusahaan survive terlebih dahulu, ketika kondisi mulai mereda normal kembali, restoran dibuka pendapatan akan masuk dan menjadi laba, kira-kira seperti itu. Disini kita bisa lihat posisi liabilitas untuk periode yang sama, total liabilitas sebesar 553 miliar, dimana ini tidak punya hutang bank sama sekali jadi sangat aman, ada hutang bank kecil 11 miliar ditambah 35 miliar, jadi sekitar 46 miliar. Dimana cashnya 940 miliar, jadi masih sangat surplus. Kemudian masuk bulan September 2020. Dimana disini ada piutang yang membengkak dan cashnya turun, yang menurut kami waktu itu masih bisa di toleransi, cuman memang kami miss di posisi piutangnya, bagaimana mungkin restoran punya piutang, waktu itu kami cuman berpikir bahwa karena restorannya tutup, mesin EDC tidak ada yang mengoperasionalkan, maka piutangnya naik.

Jadi ketika bicara restoran DUCK ini kan rata-rata orang bayar pakai kartu, bisa kartu kredit atau debit. Sebenarnya setelah digesek di mesin EDC tersebut biasanya dua hari itu langsung settlement jika ada yang melakukan inquiry, biasanya supervisornya. Hanya karena restoran tutup banyak karyawan di PHK tidak ada yang mengurus, membuat piutangnya naik, jadi piutang di restoran ini biasanya pembayaran yang belum masuk saja, baik kartu kredit maupun debit. Pada posisi September 2020 tidak ada perubahan, jadi waktu itu masih bisa di toleransi, tapi yang kami miss selanjutnya adalah ketika sang pemilik melakukan repo, jadi disini ada kontrak repo tanggal 21 September 2020, yang dimana ketika si pemilik melakukan repo, ini sebenarnya juga ada warning, jadi si pemilik menjual saham DUCK ke sekuritas, dia dapat cash, cash ini biasanya untuk hal lain, bisa untuk menggoreng saham dan sebagainya, kami miss disitu. Sampai akhirnya bursa efek indonesia menyurati emiten DUCK, dimana sampai posisi Juni 2021, saham DUCK ini belum menyampaikan laporan keuangan tahunannya.

Bahkan posisi 31 Desember 2020 itu belum keluar, kita sebagai investor fundamental ketika laporan keuangan tidak kunjung terbit, maka kita buta terhadap fundamental perusahaan, dan ketika kita buta terhadap fundamental perusahaan ya sudah tidak ada harapan di perusahaan tersebut, akhirnya disitu kami cut loss 57%, sebelum akhirnya saham DUCK di suspen, jadi di tahun 2021 juga kalau tidak salah bulan Juli saham DUCK di suspen karena emiten ini tidak membalas surat yang diajukan bursa ini.

Kesimpulan

Manajemen risiko sangat penting dalam investasi saham. Memahami kapan harus melakukan rebalancing, switching, take profit, dan cut loss adalah kunci untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian. Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang investasi saham dan strategi yang tepat, Anda bisa bergabung dengan program Value Investing Mastery. Klik gambar di bawah ini untuk bergabung dan mulai perjalanan investasi Anda dengan lebih bijaksana.

Facebook
Telegram
WhatsApp
Twitter