Daftar Isi
ToggleIHSG sepanjang tahun 2025 ini mengalami penurunan cukup tajam sebesar 7,97% yang ditutup di level 6.515.63 pada tanggal 14 Maret 2025, bahkan sejak mencapai level all time high pada 19 September 2024 yang mencapai 7.910, berarti sudah turun 17%. Penyebab penurunan IHSG ini karena banyaknya sentimen negatif yang sedang terjadi, mulai dari tarif impor AS yang menyulut perang dagang, ekonomi global yang bergejolak, kebijakan Pemerintah Indonesia yang direspon negatif market, dan lain sebagainya.
Saham big bank seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI bahkan mengalami penurunan yang cukup dalam sejak mencapai harga saham tertingginya. Lalu bagaimana kinerja sampai dengan Januari 2025 kemarin? Dan bagaimana dengan potensi dividen yang akan dibagikan pada tahun ini?
Pada tahun 2024, BBCA mencatatkan kinerja yang bagus, pendapatan bunga dan syariah naik 9% secara yoy menjadi Rp 94,7 triliun. Karena beban bunga yang hanya naik 2%, membuat pendapatan bunga dan syariah bersih BBCA naik 10%, beban bunga yang terjaga ini karena BBCA memiliki dana pihak ketiga konsolidasi yang mayoritasnya 81,5% berasal dari CASA (tabungan dan giro) yang mempunyai bunga lebih rendah, dan pada tahun 2024 kemarin CASA ini tumbuh 4,4%. Di lain sisi untuk deposito turun 3,4%, sehingga kenaikan beban bunga tidak terlalu tinggi.
Dari sisi laba bersih mengalami kenaikan 13% menjadi Rp 54,8 triliun karena didukung beberapa beban operasional yang lebih efisien, meskipun cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) mengalami kenaikan 93% menjadi Rp 2 triliun, tapi secara nominal hanya 2% dari total pendapatan bunga dan syariah.
Bahkan untuk kinerja bank only sampai Januari 2025, BBCA juga masih mencatatkan kinerja yang bertumbuh, pendapatan bunga naik 5% menjadi Rp 7,7 triliun, laba kotor naik 7% menjadi Rp 6,6 triliun. Meskipun ada kenaikan pada CKPN yang membuat laba bersihnya naik 6% menjadi Rp 4,7 triliun.
Dengan melihat kinerja ini, BBCA memiliki fundamental yang solid, namun sentimen negatif yang terjadi di market menjadi penyebab harga sahamnya masih turun sepanjang tahun 2025 ini. Di tengah ekonomi yang masih bergejolak, BBCA mencatatkan loan to deposit ratio (LDR) bank only sebesar 78,4%, artinya 78,4% dari Dana Pihak Ketiga BBCA yang berhasil dikonversikan menjadi kredit ke masyarakat. Artinya masih ada ruang untuk mendorong growth pinjaman yang berujung ke pendapatan untuk tahun 2025.
BBRI pada tahun 2024 mencatatkan pertumbuhan pendapatan bunga dan syariah sebesar 10% menjadi Rp 199,2 triliun. Namun karena tingginya beban bunga yang naik 31% menjadi Rp 57,2 triliun menggerus pendapatan bunga dan syariah bersih yang hanya tumbuh 3%. Beban bunga tinggi ini terutama disebabkan oleh suku bunga yang tinggi, ditambah dengan porsi deposito yang masih besar mencapai 32,7%, meskipun nilai deposito ini turun 7,8%, sedangkan CASA naik 5,1%.
BBRI juga mencatat cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang naik 41%, hal ini membuat laba bersihnya tumbuh tipis 0,1% menjadi Rp 60,6 triliun. Tingginya CKPN ini akibat ekonomi Indonesia yang melemah terutama di segmen UMKM dan membuat semakin banyak nasabah mengalami kesulitan membayar kredit, sehingga BBRI perlu melakukan pencadangan kerugian.
Sedangkan kinerja terbaru pada Januari 2025, laba bersih bank only benar-benar turun signifikan sebesar 58%, utamanya disebabkan oleh pencadangan kerugian yang naik tinggi mencapai 188% menjadi Rp 5,6 triliun dari sebelumnya hanya Rp 1,9 triliun.
Dari kinerja yang masih tertekan, kemudian banyaknya sentimen negatif di market tentu saja menjadi hal buruk bagi harga saham BBRI. LDR bank only BBRI posisi FY 2024 sebesar 89,39%.
Kinerja BMRI pada tahun 2024 berhasil mencatatkan kenaikan pendapatan bunga dan syariah sebesar 14% menjadi Rp 151,2 triliun. Namun beban bunga perusahaan mengalami kenaikan 35% menjadi Rp 49,4 triliun, hal ini membuat laba kotornya naik 6% saja menjadi Rp 101,7 triliun. BMRI memiliki dana pihak ketiga dari deposito yang mencapai 25,2%, artinya terdapat biaya dana mahal cukup besar. Tahun 2024 kemarin deposito ini tumbuh 5,54%, meskipun CASA juga berhasil tumbuh 8,49%.
Sedangkan untuk laba bersihnya hanya tumbuh 1% saja menjadi Rp 61,1 triliun, hal ini disebabkan karena tingginya beban operasional, yang utamanya berasal dari kenaikan beban umum dan administrasi.
Untuk kinerja bank only pada bulan Januari 2025, kenaikan beban bunga tidak setinggi tahun 2024 kemarin, membuat laba kotor tumbuh 11% secara yoy di bulan Januari 2025. Tetapi beberapa beban operasional seperti beban tenaga kerja mencatat kenaikan cukup tinggi membuat laba bersih hanya tumbuh 4%.
Dengan kinerja ini, sebenarnya BMRI sudah ada sedikit perbaikan untuk posisi Januari 2025, tinggal efisiensi operasional yang perlu ditingkatkan. Namun BMRI memiliki LDR bank only yang mencapai 98%, artinya ada potensi perlambatan pertumbuhan kredit untuk tahun 2025.
BBNI mencatatkan pendapatan bunga bersih yang turun 2% menjadi Rp 40,4 triliun pada tahun 2024, meskipun pendapatan bunga berhasil naik sebesar 8% menjadi Rp 66,5 triliun. Penurunan pendapatan bunga bersih ini disebabkan oleh beban bunga yang naik 29%.
Dana pihak ketiga BBNI sebesar 30% berasal dari deposito, dan tahun 2024 kemarin mengalami kenaikan 3,8%. Disisi lain untuk tabungan dan giro mengalami penurunan 2,5%, sehingga kenaikan dana pihak ketiga untuk deposito yang punya bunga lebih tinggi menggerus laba kotornya.
Karena berhasil mencatat kenaikan dari penerimaan kembali aset yang telah dihapus buku, kemudian pembentukan CKPN turun 11% menjadi Rp 8,2 triliun, ini membuat laba bersihnya naik 3% menjadi Rp 21,6 triliun.
Untuk kinerja bank only Januari 2025, kinerjanya cukup bagus terutama laba bersihnya yang naik 10%, karena adanya penurunan CKPN dan beberapa beban lain.
Hasil positif ini juga membuat harga saham BBNI cukup positif pada awal tahun 2025 ini. BBNI sendiri memiliki LDR bank only sebesar 96,1%.
4 big bank ini memiliki potensi dividen dengan yield yang menarik, dimana saham BBRI berpotensi memiliki dividen yield sebesar 9% (termasuk dividen interim) yang telah dibagikan sebelumnya sebesar Rp 135 per saham. Dividen payout ratio ini juga kami prediksi dengan melihat data secara historinya. Untuk BBCA juga sudah memperhitungkan interim, sedangkan BMRI dan BBNI hanya final saja karena biasanya membagi dividen satu kali dalam setahun.
Dapatkan akses eksklusif ke Value Investing Mastery dan The Investor’s Portfolio untuk strategi investasi terbaik, analisis saham mendalam, serta peluang meraih bagger pertama Anda!
🔹 Analisis saham premium
🔹 Template kinerja portofolio
🔹 Kelas bulanan dengan mentor ahli
Gabung sekarang di 👉 valueinvestingmastery.id dan mulai investasi dengan lebih percaya diri! 🚀
© 2025. All rights reserved
PT Indonesia Investa Origa- Tegalmulyo WB I/189B Pakuncen Wirobrajan Yogyakarta – +6285155441861