Daftar Isi
ToggleBelakangan ini kembali ramai dibicarakan mengenai sistem perdagangan Full Call Auction (FCA), dimana saham top market di Bursa Efek Indonesia yaitu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) masuk dalam papan pemantauan khusus sehingga diperdagangkan dalam sistem FCA. Imbasnya harga saham BREN sempat ARB beberapa kali, namun karena adanya pembelian saham oleh Prajogo Pangestu membuat harga saham BREN kembali naik dan menduduki posisi top 2 market cap saat ini dibawah saham BBCA.
Sumber: Tradingview.com
Namun tidak hanya itu yang menjadi pembahasan menarik mengenai FCA ini, dimana ada beberapa saham yang baru listing di Bursa Efek Indonesia tapi juga kena FCA, bahkan saham PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) yang baru listing sebulan lalu juga kena.
Pada artikel kali ini kami akan membahas mengenai apa itu FCA, kriteria apa saja yang membuat perusahaan bisa terkena FCA, dan saham apa saja yang baru listing tapi sudah masuk dalam papan pemantauan khusus ini?
Pada tanggal 20 Maret 2024, Bursa Efek Indonesia mengumumkan adanya skema perdagangan baru yaitu full call auction untuk saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus. FCA mulai diterapkan pada hari Senin, 25 Maret 2024.
Papan pemantauan khusus merupakan papan pencatatan untuk perusahaan yang memenuhi kriteria tertentu yang ditetapkan oleh BEI, dimana terdapat 11 kriteria. Full call auction sendiri merupakan mekanisme perdagangan dengan kuotasi bid–offer yang akan terjadi match di jam-jam tertentu sesuai dengan sesi-nya, dengan harga sahamnya ditentukan berdasarkan volume paling besar.
Ketika masuk FCA, maka harga saham perusahaan bisa menyentuh ke level Rp 1/lembar saham. Sedangkan auto rejection atau maksimal kenaikan dan penurunan untuk rentang harga saham Rp 1 – Rp 10 adalah Rp 1, sedangkan harga diatas Rp 10 menggunakan auto rejection sebesar 10%.
Sumber: Bursa Efek Indonesia
Pada implementasinya, seluruh saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus akan diperdagangkan dengan 5 sesi dalam satu hari untuk hari Senin – Kamis, sedangkan hari Jumat hanya ada 4 sesi.
Sumber: Bursa Efek Indonesia
Menurut BEI, dengan melakukan implementasi ini diharapkan pembentukan harga untuk saham yang masuk pada Papan Pemantauan Khusus bisa lebih baik, yang juga memiliki tujuan dalam meningkatkan perlindungan terhadap investor, serta mewujudkan perdagangan yang teratur, wajar, dan efisien.
Namun kalau kita lihat banyak investor yang merasa bahwa dengan adanya FCA ini membuat kerugian menjadi bertambah, kenapa? Karena ketika masuk FCA banyak saham yang harganya semakin anjlok, bahkan menyentuh level Rp 1/lembar saham.
Lalu apa saja 11 kriteria yang membuat perusahaan masuk dalam papan pemantauan khusus ini?
Disini ada 11 kriteria yang masuk dalam papan pemantauan khusus tersebut, dan kita berikan contoh sahamnya agar lebih memahami maksud dari setiap kriterianya.
1). Harga rata-rata saham selama 6 bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar reguler periodic call auction kurang dari Rp 51.
Dimana cukup banyak yang terkena kriteria pertama ini, salah satu contohnya adalah saham JAST atau PT Jasnita Telekomindo Tbk. Terlihat bahwa memang harganya sejak akhir Oktober 2023 ditutup pada level Rp 50, dengan beberapa kali ditutup level pada Rp 51, namun mayoritasnya tetap ditutup level Rp 50, sehingga rata-rata harga sahamnya kurang dari Rp 51. Dengan adanya FCA membuat sahamnya jatuh ke level Rp 32/lembar saham.
Sumber: Tradingview.com
2). Laporan Keuangan Auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer).
Terdapat beberapa perusahaan yang terkena kriteria kedua ini, dan disini kami berikan data dari saham TELE dari laporan keuangan audit tahun 2023. Auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan konsolidasian Grup TELE, dikarenakan auditor tidak memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.
Dimana pada tanggal 31 Desember 2023, Grup perusahaan belum melakukan pembayaran atas pokok dan/atau bunganya pada saat jatuh tempo. Kegagalan Grup membayar pokok utang bank kreditor sindikasi A, B dan Bilateral membuat utang bank harus segera dilunasi apabila ada permintaan dari kreditor tersebut. Sampai 31 Desember 2023, Grup belum mampu untuk menegosiasi kembali atau memperoleh pendanaan untuk pelunasan.
Hal tersebut menunjukkan adanya ketidakpastian material yang dapat menimbulkan keraguan signifikan tentang kemampuan Grup untuk mempertahankan kelangsungan usahanya. Manajemen Grup telah menyusun suatu rencana untuk mengurangi tekanan likuiditas dan untuk memperbaiki posisi keuangannya. Namun keterlaksanaan dan efektivitas rencana manajemen akan tergantung pada kreditur yang menyetujui relaksasi pembayaran utang.
Sampai dengan tanggal laporan ini, hal tersebut belum terealisasi. Sehingga auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk mendukung asumsi bahwa rencana manajemen dapat dicapai dalam jangka waktu yang diperlukan. Jadi penting juga nih untuk melihat kondisi kinerja keuangan terbaru dari suatu perusahaan.
Sumber: Laporan Keuangan TELE FY 2023
3). Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada Laporan Keuangan Auditan dan/atau Laporan Keuangan Interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya.
Perusahaan ini adalah PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA), dimana pada Q1 2024 tidak membukukan pendapatan, kemudian pada Q3 2023 dan Q4 2023 juga sama, dimana tidak ada penambahan pendapatan. Pada Q2 2023 pendapatannya sebesar Rp 976,7 juta, dan sampai laporan keuangan FY 2023 pendapatannya masih sama nominalnya.
Sumber: Laporan Keuangan TGRA Q1 2024
4). Perusahaan Tercatat yang merupakan perusahaan tambang mineral dan batubara atau induk dari perusahaan tambang mineral dan batubara yang belum memperoleh pendapatan dari core business hingga tahun buku ke-4 (keempat) sejak tercatat di Bursa.
Kabar baiknya, saat ini tidak ada saham yang masuk papan pemantauan khusus karena kriteria ini. Jadi untuk perusahaan yang bergerak dibidang tambang mineral dan batubara punya kondisi bisnis yang baik, namun pastinya kita tetap perlu cek juga ketika tertarik untuk beli saham di sektor ini.
5). Memiliki ekuitas negatif pada laporan Keuangan terakhir.
Ini adalah laporan keuangan PT Net Visi Media Tbk (NETV) pada kuartal pertama tahun 2024, terlihat bahwa ekuitas perusahan tercatat negatif sebesar Rp 761,4 miliar.
Sumber: Laporan Keuangan NETV Q1 2024
6).Tidak memenuhi persyaratan untuk dapat tetap tercatat di Bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (terkait Saham Free float).
Berdasarkan ketentuannya, bahwa jumlah saham Free Float paling sedikit 50 juta lembar saham, dan paling sedikit 7,5% dari jumlah saham tercatat. Serta jumlah pemegang saham paling sedikit 300 Nasabah pemilik SID.
Nah mungkin sebelumnya banyak yang tanya kenapa saham ADES bisa terkena tato X (yang sering disebut). Kalau kita cek pada laporan bulanan pemegang saham 31 Mei 2024 milik ADES, bahwa jumlah saham beredar yang dimiliki oleh masyarakat atau free float hanya 48,9 juta, padahal syarat untuk memenuhi free float adalah minimal 50 juta lembar saham.
Sumber: Laporan Bulanan Pemegang Saham ADES 31 Mei 2024
7). Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5.000.000 dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 lembar saham selama 6 bulan terakhir di Pasar Reguler dan/atau Pasar Reguler Periodic Call Auction.
Kalau kita lihat pada saham PT Citra Tubindo Tbk (CTBN) posisi 12 Juni 2024, nilai transaksi hanya Rp 1,46 juta dengan volume transaksi hanya 1.300 lembar. Kalau kita lihat beberapa data sebelumnya juga tidak jauh beda, bahkan beberapa kali tidak ada transaksi.
Sumber: Bursa Efek Indonesia
8). Perusahaan Tercatat dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.
Disini ada perusahaan dengan kode saham ETWA atau PT Eterindo Wahanatama Tbk, dimana pada 23 Januari 2024 Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan bahwa ETWA pailit, serta terdapat informasi penghentian kegiatan operasional dan indikasi keraguan atas kelangsungan usahanya. Hal tersebut juga membuat bursa melakukan suspensi terhadap perdagangan saham ETWA sejak 1 Februari 2024, yang sampai saat ini masih terkena suspen.
Sumber: Bursa Efek Indonesia
9). Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material terhadap Perusahaan Tercatat, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.
Kalau kita lihat disini ada PT Borneo Olah Sarana Sukses Tbk (BOSS) yang terkena FCA, dimana hal ini karena entitas anaknya yaitu PT Bangun Olahsarana Sukses dalam kondisi pailit akibat pembatalan perdamaian atas perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), yang menghambat upaya yang sedang dilakukan grup perusahaan dalam meningkatkan kinerja keuangannya.
Sumber: Press Rilis BOSS
10). Dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari 1 (satu) hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
Contohnya adalah saham BREN, karena terjadinya peningkatan harga kumulatif yang signifikan dan sebagai bentuk perlindungan bagi Investor, BEI melakukan penghentian sementara perdagangan Saham BREN pada tanggal 27 – 28 Mei 2024. Kemudian perdagangan Saham BREN dibuka kembali mulai perdagangan sesi I tanggal 29 Mei 2024. Namun saham BREN masuk dalam sistem perdagangan FCA. Dan bahkan karena masuk dalam papan pemantauan khusus, BREN gagal masuk ke indeks FTSE Russell, pembatalan ini karena proses review terkait apakah BREN memenuhi syarat dalam ground rules, yang pastinya ditakutkan jika terjadi kondisi kurang menguntungkan untuk indeks tersebut.
Sumber: Bursa Efek Indonesia
11). Kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah Otoritas Jasa Keuangan. Ini juga sama dengan kriteria nomor 4, tidak ada perusahaan yang terkena kriteria ini, namun jika suatu perusahaan masuk kriteria ini maka kemungkinan besar karena kondisi perusahaan yang cukup merugikan investor, namun kriterianya tidak ada dalam 1-10, sehingga Bursa mengeluarkan kriteria 11 ini.
Kita lihat tadi ada beberapa saham yang masuk FCA ini, dimana saat ini terdapat 230 perusahaan yang masuk dalam papan pemantauan khusus, sehingga diperdagangkan dalam sistem full call auction. Dari 230 perusahaan tersebut terdapat beberapa saham yang sebenarnya baru listing di Bursa Efek Indonesia
Dimana ada 8 perusahaan yang baru listing pada tahun 2023 kemarin dan sudah masuk dalam papan pemantauan khusus, dimana mayoritas penyebab masuknya ke FCA adalah kriteria pertama. Sedangkan untuk BREN masuk dalam kriteria 10, dan terdapat perusahaan yang baru IPO sebulan lalu yaitu SOLA, karena kriteria 10 juga penyebab masuknya.
Dengan mayoritasnya adalah kriteria 1, maka memperlihatkan kepada kita bahwa sangat berisiko juga jika kita membeli saham IPO, karena jika kita lihat pada harga ketika listing adalah sekitar Rp 100-an, dan terkena kriteria 1 maka harga saham sebelum kena FCA itu turun signifikan sebesar 50%, karena kriteria 1 itu harga rata-rata sahamnya kurang dari Rp 51/lembar saham.
Jika kita lihat dari 9 perusahaan ini, hanya BREN saja yang naik signifikan hingga 929% sejak IPO sampai saat ini, sedangkan yang lain? Harga sahamnya semakin terjun kebawah karena ditambah masuk FCA, jadi semakin rugi gak sih para investor?
Namun dengan masuk FCA ini yang sebelumnya sahamnya susah dijual, saat ini ada peluang bisa dijual, karena sebelumnya hanya berhenti di gocap. Namun ya itu tadi, harga sahamnya turun jadi tambah signifikan, sehingga kerugian bertambah.
Sumber: Bursa Efek Indonesia
Implementasi Full Call Auction (FCA) oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) memiliki tujuan yang baik dengan menciptakan perdagangan saham yang lebih teratur, wajar, dan efisien serta meningkatkan perlindungan terhadap investor. Sistem ini diterapkan pada saham-saham yang masuk dalam papan pemantauan khusus.
Namun karena tidak ada transparansi pada bid offer, kemudian harga saham yang semakin turun drastis setelah masuk FCA, maka hal ini membuat kepanikan para investor, dan banyak investor yang merasa dirugikan karena saham yang masuk dalam sistem ini. Dari 9 saham yang baru listing tersebut, mayoritas sahamnya mengalami penurunan harga yang cukup tajam setelah diperdagangkan dalam sistem FCA, menunjukkan risiko yang tinggi bagi investor.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri saat ini akan segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan Full Call Auction (FCA) ini. Dimana akan menjadwalkan peninjauan ulang (review) terhadap kebijakan FCA di papan pemantauan khusus ini selama tiga bulan sekali, yang akan dilaksanakan pada bulan Juni ini. Harapannya semoga dari peninjauan ulang ini menghasilkan keputusan yang bagus untuk semua pihak.
Untuk mendapatkan informasi dan strategi investasi yang lebih komprehensif, kami mengundang Anda untuk bergabung dengan program Value Investing Mastery. Klik gambar di bawah ini untuk mendaftar dan tingkatkan kemampuan investasi Anda!
© 2024. All rights reserved