Daftar Isi
ToggleArtikel ini dipersembahkan oleh:
Energi Baru Terbarukan berbasiskan Geothermal merupakan energi masa depan yang diproyeksikan menggantikan energi berbasiskan Fossil. Saat ini terdapat dua perusahaan yang memfokuskan bisnis kepada energi Geothermal, yakni PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Siapakah yang lebih unggul? Pada artikel kali ini kita akan bandingkan keduanya dari berbagai prespektif!
Dari sektor Energi Baru Terbarukan (EBT) berbasis Geothermal, terdapat dua perusahaan yang IPO dengan size jumbo berdasarkan kapasitas terpasang di tahun 2023, yakni PGEO dan BREN.
Bisnis Energi Baru Terbarukan (EBT) nampaknya kian mendapatkan panggungnya di Indonesia. Terlihat dari banyaknya perusahaan yang mulai mengembangkan EBT. Termasuk juga usaha skala rumahan sampai ke industri pabrik.
Berikut ini beberapa alasan mengapa EBT berbasis geothermal menarik:
EBT berbasis Geothermal merupakan sumber energi yang tidak merusak lingkungan. Sebab Geothermal banyak memanfaatkan panas bumi. Tentu ini berbeda dengan energi Fossil yang lebih banyak mengandalkan hasil penambangan untuk dapat dimanfaatkan.
Geothermal merupakan sumber energi yang berasal dari panas inti bumi. Di mana untul fluidanya akan disirkulasikan kembali ke dalam bumi, yang membuatnya menjadi energi berkelanjutan.
Keberadaannya yang jauh di dalam inti bumi, membuat Geothermal ini tidak mudah terpengaruh oleh pergantian musim. Sehingga tetap dapat diproduksi pada musim apapun dan produktivitasnya juga lebih stabil.
Jika diperbandingkan dengan energi Fossil, tentu Geotermal ini jauh lebih efektif menekan polusi. Lantaran energi Geothermal ini memang sangat bersih. Berdasarkan pelaksanaan PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) yang sudah ada, memanfaatkan metode binary-cycle. Rupanya berhasil membuktikan kalau Geothermal tidak menimbulkan polusi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki gunung api aktif terbanyak di dunia. Situasi ini membuat Indonesia juga dijuluki sebagai “Ring of Fire”. Hal ini membuat Indonesia, memiliki banyak potensi dari Geothermal. Tercatat untuk cadangan energi panas bumi mencapai 40% dari kapasitas panas bumi yang ada di dunia.
Alasan-alasan di atas, telah menggambarkan besarnya potensi energi EBT Geothermal. Tidak heran, jika PGEO maupun BREN berlomba-lomba untuk mengeksplorasi Geothermal di Indonesia.
Ditambah lagi dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk memenuhi Net Zero Emission. Di mana target maksimalnya adalah di tahun 2060. Sehingga nantinya tidak ada lagi penggunaan enegri energi yang bersumber dari Fosil.
Dalam keterangannya pada website resmi PGEO, tercatat saat ini PGEO memiliki 13 portofolio bisnis. Dengan total kapasitas 1.877 MW, di mana sebesar 672 MW dioperasikan sendiri. Sedangakan sebesar 1.205 MW nya dioperasikan bersama melalui skema kontrak.
Portofolio bisnis PGEO. Source: pge.pertamina.com
Sedangkan, untuk BREN memiliki total kapasitas keseluruhan sebesar 886 MW yang dioperasikan sendiri. Jika dirinci, maka BREN memiliki setidaknya lima site:
Uuntuk Unit 1 ini di awal-awal pengoperasiannya merupakan turbin Geothermal terbesar di dunia, dengan kapasitas 230.5 MW. Sedangkan untuk Unit 2 berkapasitas turbin Tunggal sekitar 117 MW.
Merupakan site yang memiliki kapasitas uap dan Listrik mencapai 274.5 MW.
Site ini telah mencapai kapasitas Listrik sekitar 381 MW, yang membuatnya menjadi salah satu operasi Geothermal terbesar di dunia.
Sebagai salah satu site yang memegang perijinan PSPE. Melalui Hamiding ini, BREN berencana untuk mengebor eksplorasi di Kawasan prospek panas bumi Gunung Hamiding.
Menjadi satu-satunya site yang memiliki lisensi dalam melakukan eksplorasi panas bumi di prospek Sekincau Selatan – Lampung. Sebagai wilayah yang memiliki potensi panas bumi sangat signifikan.
Dari kelima site tersebut, ada site yang sama dari BREN dan PGEO. Namun kepemilikan utamanya dipegang oleh BREN. Site tersebut, seperti pada site Wayang Windu dan Darajat.
Terdapat dua cara dalam sistem pemanfaatan panas bumi, yakni System Field Development dan Integrated Development. Berikut ilustrasinya:
SFD (System Field Development)
Sistem ini memiliki konsep emiten hanya mengelola steam field. Kemudian disepakati dengan pihak ketiga menggunakan SSC (system sales contract). Lalu disalurkan ke GPP untuk diolah menjadi listrik. Pada sistem ini GPP, biasanya dimiliki oleh PLN atau penyedia listrik swasta.
Integrated Development
Sistem ini berbeda dengan SFD, di mana PGEO maupun BREN memiliki hak penuh mulai pada steam field, hingga pengelolaan pada GPP. Adapun output energi listirk yang selanjutnya akan dijual kepada PLN atau penyedia listrik swasta, dengan sistem SSC.
Dan apabila kita lihat PGEO vs BREN dari sisi fundamentalnya. Maka akan terlihat perbandingan seperti berikut:
Source: Cheat sheet RK & RTI
Dari perbandingan di atas, dapat terlihat bahwa market cap dari BREN sangat tinggi jika dibandingkan dengan PGEO. Dari segi pendapatan dan laba, terlihat PGEO lebih besar jika dibandingkan dengan BREN. Di mana PGEO memiliki laba bersih Rp2.76 triliun, dengan Net Profit Margin 43%. Sedangkan BREN memiliki laba bersih Rp1.31 triliun dan Net Profit Margin 18.97%.
Dari rasio probabilitas seperti ROE dan ROA, kami menyimpulkan bahwa PGEO lebih profitable jika dibandingkan dengan BREN.
Meskipun secara ROE BREN lebih baik, namun jika ditelaah kembali. Kita menemukan bahwa ekuitas BREN sangat kecil, dibandingkan total asetnya. Sehingga ROE BREN besar mencapai 44.11%. Tidak lain, karena BREN memiliki jumlah ekuitas yang sangat rendah. Selain itu, BREN juga memiliki risiko solvabilitas yang cukup tinggi karena memiliki DER yang sangat tinggi sebesar 11.8x.
Jadi gimana antara PGEO vs BREN?
Dari sisi prospek bisnis, dapat disimpulkan bahwa sektor EBT berbasis Geothermal merupakan sektor yang memiliki prospek cukup cerah di masa depan. Dengan posisi Indonesia yang diberkahi sumber daya alam yang melimpah, khususnya dalam hal ini energi panas bumi.
Terlepas dari potensi Geothermal yang besar, kedua emiten ini bisa dikatakan akan terus berlomba dengan perusahaan lain yang juga mengembangkan EBT berbasis Geothermal. Seperti yang kita tahu, bahwa memang EBT ini tergolong dalam model bisnis yang kuat dan memiliki dampak positif bagi lingkungan.
PGEO sendiri berencana untuk melakukan penambahan kapasitas Listrik mencapai 600MW dalam lima tahun ke depan. Yang berarti sudah hampir dua kali liat dari kapasitas Listrik terpasang saat ini, yakni sebesar 672MW yang sudah dioperasikan secara keseluruhan. Dengan adanya rencana penambahan kapasitas tadi, maka hal itu akan menjadi kapasitasnya bertambah menjadi 1272MW di tahun 2027 mendatang. Tentu kapasitas ini akan semakin besar, yang juga akan memperbesar potensi pendapatan PGEO ke depan.
Sedangkan untuk BREN, merupakan perusahaan yang memiliki kapasitas terpasang terbesar yang ada di Indonesia. Barulah diurutan kedua, ditempati oleh PGEO. BREN sendiri adalah kontraktor PGEO dengan hak eksklusiff untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, pengembangan dan pemanfaatan daya panas bumi. Yang juga ditandai dengan adanya kontrak kerja sama dalam hal jual beli energi Listrik. Tidak hanya itu BREN bahkan masih memiliki peluang besar untuk memperbanyak unit pembangkit Listrik, seiring dengan wilayah operasinya yang luas.
Baik PGEO vs BREN, keduanya sama-sama berpeluang menangkap potensi bisnis EBT dengan basis Geothermal. Sejalan dengan potensi naiknya permintaan energi bagi pengguna akhir, yang didorong oleh semakin meningkatnya populasi dan industrialisasi, serta pertumbuhan PDB. Berikut ini perkiraan pertumbuhan energi…
So, bagaimana pandangan teman-teman investor memandang prospek PGEO vs BREN? Mana di antara keduanya yang akan semakin melesat dalam bisnis EBT berbasis Geothermal di Indonesia?***
Bergabunglah dengan program Value Investing Mastery kami dan raih keuntungan bagger dari pasar saham dengan teknik analisa fundamental. Klik gambar di bawah ini untuk informasi selanjutnya.