Telusuri analisa mendalam saham INDF, harga terkini, dan prospek kinerjanya
Daftar Isi
ToggleSebelum ke pembahasannya jangan lupa download gratis ebook 5 saham undervalue yang sudah kami analisa dengan klik gambar dibawah ini. Sudah banyak orang mendapatkan manfaat dari ebook ini dan sudah terbukti banyak orang mendapatkan keuntungan return investasi dari membaca ebook ini GRATIS.
Pada tahun 2023 ini, kita melihat harga saham INDF menghadapi penurunan 7% dan harga sahamnya beberapa tahun ini masih cenderung sideways, padahal kinerja dari sisi pendapatan terus naik, sedangkan laba bersih memang terdapat penurunan di tahun 2022 karena beban keuangan yang tinggi, dan tahun 2023 ini laba bersihnya sudah kembali naik. Kemudian valuasi harga sahamnya saat ini menjadi yang paling rendah sejak tahun 2013. Kira-kira seperti apa kinerja keseluruhan INDF, kinerja tiap lini bisnis, dan prospek kedepannya? Mari kita bahas bersama.
INDF atau PT Indofood Sukses Makmur adalah perusahaan Total Food Solutions, yang memiliki kegiatan operasional dari produksi, pengolahan bahan baku, sampai produk akhir yang berada di pasar. INDF berdiri sejak tahun 1990, dan listing di Bursa Efek Indonesia sejak 1994. Terdapat 4 segmen bisnis yang dimiliki INDF yaitu, segmen produk konsumen bermerek (CBP) dengan produk seperti mi instan, makanan ringan, nutrisi, dan lainnya, segmen ini dijalankan oleh Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP). Segmen bogasari, yang memproduksi tepung terigu dan pasta. Segmen agribisnis, seperti kelapa sawit, karet, tebu, dan lainnya, segmen ini dijalankan oleh Salim Invomas Pratama (SIMP) dan PP London Sumatra Indonesia (LSIP). Serta segmen distribusi, dengan jaringan yang paling luas di Indonesia.
First Pacific Investment Management Limited (FPIML) merupakan pemegang saham terbesar INDF yaitu sebesar 50,07%. Kemudian ada Anthoni Salim sebesar 0,02%, untuk masyarakat sebesar 49,91%. First Pacific Investment Management Limited ini merupakan entitas anak tidak langsung dari First Pacific Company Limited (FPCL), dan FPCL ini adalah perusahaan yang listing di Bursa Hong Kong, Anthoni Salim mempunyai kepentingan dan memegang kendali secara tidak langsung di perusahaan ini.
Dari sisi neraca INDF pada kuartal ketiga tahun 2023 ini, untuk aset perusahaan tercatat naik 5% menjadi Rp 188,8 triliun. Dan cenderung terus mengalami kenaikan sejak tahun 2013. Begitu juga dengan ekuitas yang dimiliki perusahaan saat ini tercatat naik 8% menjadi Rp 58,3 triliun, dan terus naik sejak tahun 2013. Disini yang perlu kita perhatikan untuk neraca INDF adalah hutang buruk perusahaan, yang saat ini angka DER berada di 117,2%. Hutang buruk ini paling besar ada di jangka panjangnya yaitu utang obligasi. Dan untuk hutang buruk jangka pendek saat ini sebesar Rp 20,6 triliun. Angka ini jika dibandingkan dengan kas perusahaan sebesar Rp 28 triliun, masih aman untuk menutupi pembayarannya.
Jadi, untuk neraca ini yang perlu diperhatikan kedepannya adalah hutang buruknya yang cukup besar, namun kalau kita lihat secara histori memang DER INDF juga sering 100%, seharusnya ini bisa diatasi perusahaan. Apalagi utang yang besar saat ini karena adanya aksi akuisisi oleh anak perusahaan INDF pada tahun 2020 yaitu ICBP terhadap Pinehill Company Limited, yang merupakan perusahaan produsen mi instan dan beroperasi di Afrika, Timur Tengah, dan Eropa Tenggara. Adanya akuisisi ini tentunya juga memberi keuntungan terhadap keberlangsungan bisnis kedepan, jika kita lihat segmen geografis mengenai penjualan di Timur Tengah dan Afrika sebesar Rp 11,6 triliun atau berkontribusi 13,8% terhadap total penjualan INDF.
Kinerja operasional di kuartal ketiga tahun 2023 ini cukup bagus, di mana penjualan neto perusahaan naik sekitar 3,7% menjadi Rp 83,8 triliun dibandingkan sebelumnya sebesar Rp 80,8 triliun. Kemudian untuk laba brutonya naik 4,4% menjadi Rp 26,1 triliun dari sebelumnya Rp 25 triliun.
Laba bersih perusahaan tercatat naik 52,5% menjadi Rp 7 triliun dari sebelumnya Rp 4,6 triliun. Kalau dilihat di sini ada penghasilan keuangan yang naik menjadi Rp 1,1 triliun, kemudian beban keuangannya turun menjadi Rp 2,5 triliun. Ini yang menyebabkan kenaikan laba bersihnya naik cukup tinggi.
Kalau melihat secara historis di tahun 2022 kemarin, laba bersih INDF turun dibandingkan tahun 2021, hal ini disebabkan karena beban keuangannya yang naik, hal ini berasal dari rugi neto atas selisih nilai tukar mata uang asing dari aktivitas pendanaan, alias karena utang obligasi perusahaan yang besar dalam mata uang dolar, maka ketika dolar menguat di tahun 2022 menyebabkan utang obligasinya juga akan ikut tercatat naik, sepanjang 9 bulan tahun 2023 ini rupiah menguat sehingga penghasilan keuangannya tinggi, dan beban keuangan turun. Namun di bulan Oktober 2023, rupiah kembali melemah.
Di sini kita akan bahas terkait kinerja dari lini bisnis INDF, dan seperti apa untuk kedepannya. Dari informasi segmen, produk konsumen bermerek memiliki penjualan neto sebesar Rp 51,2 triliun dengan laba usaha Rp 10,9 triliun. Angka ini tercatat naik dari periode sebelumnya. Dan berkontribusi paling besar terhadap kinerja operasional INDF. Kemudian ada bogasari dengan penjualan neto Rp 23,2 triliun dan laba usaha Rp 1,6 triliun, ini tercatat turun. Kemudian untuk agribisnis, ini mencatat penjualan neto sebesar Rp 11,8 triliun dengan laba usaha Rp 1,1 triliun, laba usahanya turun sekitar 50% dari sebelumnya. Dan untuk distribusi, penjualan neto sebesar Rp 5,3 triliun dengan laba usaha Rp 359,2 miliar, ini tercatat naik.
Secara jangka panjang, CBP ini terus naik sejak 2018 hingga saat ini, karena kita lihat memang produk mie instan dan produk CBP lain tetap dibeli masyarakat meskipun harganya naik, jadi ya tentu saja penjualannya bisa naik. Kemudian bogasari sejak 2018 sebenarnya terus naik, tapi ada penurunan kinerja di tahun 2023 ini, kalau kita lihat ini kemungkinan karena adanya beban cukup besar yang dimiliki perusahaan, kalau melihat rilis perusahaan tahun 2022 yang cetak kinerja tinggi karena harga gandum yang naik maka perusahaan juga meningkatkan harga jual, dan saat ini harga gandum sudah turun, sepertinya harga jual produk tahun ini ada penurunan, namun beban lainnya masih cukup besar yang membuat laba usahanya tergerus. Kemudian lanjut segmen agribisnis yang kinerjanya turun, kita ketahui memang di tahun 2023 ini harga CPO sedang turun, dan di kuartal ketiga 2023 secara kuartalan kinerja LSIP, SIMP, dan perusahaan CPO lain mencatatkan kinerja yang bagus, jadi disini ada peluang kenaikan kinerja. Dan untuk segmen distribusi ini mencetak kinerja yang bagus tahun ini, sejalan dengan peningkatan kinerja keseluruhan perusahaan.
Kalau dilihat memang dua segmen bisnis INDF tercatat mengalami penurunan kinerja, untuk segmen bogasari perusahaan harus bisa meningkatkan pendapatannya lagi, diikuti dengan efisiensi terhadap bebannya, sehingga laba usaha bisa kembali naik. Dan untuk segmen agribisnis, ini cukup menarik kita tunggu, apakah kedepannya harga CPO bisa meningkat, yang dilihat di kuartal ketiga tahun 2023 ini ada kenaikan kinerja operasional cukup signifikan.
Pergerakan harga saham INDF sepanjang tahun 2023 ini sudah turun 7%, ditutup di level Rp 6.275/lembar saham. Yang menunjukkan valuasi PBV sebesar 0,94x dan PER 5,78x. Kedua valuasi ini menunjukkan yang terendah sejak tahun 2013. Akan menjadi menarik ketika seluruh segmen bisnis INDF bisa kembali mencetak kinerja yang bagus, diikuti dengan perekonomian dalam negeri yang terus membaik, dan kurs rupiah juga bisa menguat, yang tentunya akan mendorong kinerja INDF secara keseluruhan.
Meskipun INDF menaghadapi penurunan harga 7% pada 2023, analisis menunjukkan potensi investasi menarik. Tantangan hutang buruk ada, namun proyeksi ke depan menjanjikan peluang investasi dengan valuasi saham yang rendah.
Untuk panduan eksklusif dalam mengelola portofolio investasi, segera bergabung dengan program Value Investing Mastery kami sekarang. Klik gambar di bawah untuk mendapatkan wawasan eksklusif dan panduan praktis dalam mengelola portfolio investasi Anda dan raih keuntungan maksimal.